“Hal ini tentu memprihatinkan,” kata Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati, Senin (9/10).
Angka perceraian terus meningkat, data Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung menyebutkan bahwa pada tahun 2016 jumlah perceraian mencapai 19.9 persen, naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 15 persen.
“Faktor baru media sosial perlu disikapi dengan bijak,” ungkap Rita Pranawati.
Bagi pasangan suami istri, menjaga komitmen dalam pernikahan sangat penting dilakukan untuk menjaga keberlangsungan hubungan. Kehadiran medsos sering kali mengganggu relasi dan komunikasi langsung antara suami istri.
“Menjaga komitmen melalui komunikasi terbuka sangat penting dalam perkawinan. Oleh karenanya, keterbukaan menjadi kunci awal dalam berkomunikasi,” imbuhnya.
Medsos merupakan media berkomunikasi namun tidak dapat menggantikan peran komunikasi langsung antar pasangan. Pasangan suami istri dapat berkomunikasi secara langsung dalam frekuensi yang lebih banyak. Berkomunikasi secara langsung sangat berbeda dampaknya dengan berkomunikasi melalui medsos diantaranya akan terbangun rasa nyaman, kedekatan, melihat apa yang sesungguhnya terjadi, saling berlajar empati dan belajar menyelesaikan masalah dengan lebih baik.
“Selain lebih intensif, komunikasi pasangan suami istri harus lebih asertif dan terbuka, sehingga pasangan dapat terus memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada,” papar Rita Pranawati menambahkan.
Lanjutnya, bijak menggunakan medsos menjadi salah satu kunci menjaga harmoni pasangan di era digital. Berkomunikasi di dunia maya sering kali menimbulkan persepsi-persepsi yang berbeda dan justru menimbulkan kerentanan konflik antara pasangan.
Medsos memang dapat membantu berkomunikasi dengan cepat namun jika tidak bijak menggunakannya justru dapat menjadi sumber mispersepsi antara pasangan. Menjaga perasaan pasangan dan pengendalian diri dalam bermedsos menjadi penting agar medsos tidak melahirkan kerentanan dalam berrelasi. Misalnya saat membuat status dan mengomentari status.
Dan saat orang tua akan mengambil keputusan bercerai, pasangan harus berpikir akan nasib anak-anak. Perceraian lebih sering menjadi pilihan penyelesaian masalah bagi orang dewasa tanpa menyertakan pendapat anak. Nasib anak-anak harus menjadi pertimbangan dan dibahas bersama jika memang pada akhirnya pasangan memilih bercerai. Karena sesungguhnya tidak ada mantan anak dan mantan orang tua.
“KPAI mengapresiasi upaya Kementerian Agama dalam menyiapkan pasangan memasuki jenjang perkawinan melalui kursus calon pengantin. Kursus dengan metode partisipatif yang dilakukan Kementerian Agama diharapkan menjadi pondasi bagi terbangunnya keluarga yang harmonis,” ucap Rita Pranawati.
Namun pihaknya juga menyarankan pemerintah dan lembaga-lembaga keagamaan membuat Pusat Konsultasi Keluarga sebagai upaya menjaga agar perkawinan keluarga Indonesia tetap langgeng. Para pasangan tidak datang ke Pusat Konsultasi ketika persoalan yang mereka hadapi sudah kronis sehingga perkawinannya dapat diselamatkan.
“Kehadiran Pusat Konsultasi Keluarga diharapkan menjadi alternatif bagi para pasangan yang berharap mendapatkan alternative solusi bagi persoalan yang dihadapi,” demikian Rita Pranawati.