17 Anak di Sijunjung Diduga Dicabuli

Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak-anak kembali terjadi di wilayah hukum Polres Sijunjung. Kali ini korbannya ditengarai mencapai 17 orang. Pelaku memperdaya korban dengan modus bermain sulap dan mengobati korban seperti dukun. Pelaku diketahui berinisial IDP, 33, warga Jorong Tanjungpauh, Nagari Muarobodi, Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. 

“Dalam aksinya, pelaku cenderung mengincar anak-anak yang bermain. Anak-anak yang jadi korban, PR, diancam untuk tak memberitahukan perbuatan tersebut. IDP juga mengancam, jika korban buka mulut, akan dipukuli,” beber Kapolres Sijunjung, AKBP Imran Amir didampingi Kasat Reskrim Iptu Wawan Darmawan dan Paur Humas Iptu Nasrul Nurdin, Minggu (5/11).

Dikala para korban asyik bermain, pelaku cenderung muncul mendadak. “Selanjutnya mencabuli korban,” ungkapnya. Berdasarkan laporan yang masuk, pelaku ditengarai sudah  mencabuli 17 anak laki-laki di bawah umur. “Dari hasil penyidikan sementara, kasus ini dikategorikan sebagai kasus pelecehan seksual pada anak. Bagaimana detailnya, masih perlu pendalaman,” jelas Imran Amir.

Sejauh ini, jumlah korban yang sudah melapor mencapai 15 orang, ditambah 2 orang dari hasil pengembangan. Berpedoman pada penuturan para saksi korban di hadapan penyidik, diduga masih terdapat sekitar 20 korban lainnya. “Namun korban-korban itu, sejauh ini belum melapor,” kata Kasat Reskrim Iptu Wawan Darmawan.

Terungkapnya kasus predator anak ini, kata Wawan, berawal ketika salah-seorang korban berusia 13 tahun berinisial GL menceritakan kelakuan pelaku kepada orangtuanya, Selasa (29/10) lalu. 

Mendengar itu, orangtua korban naik pitam dan memutuskan mendatangi rumah pelaku, lalu melapor ke Polsek IV Nagari. Setelah orangtua GL melapor, korban lainnya ikut bersuara dan satu-sama lain melapor ke kantor Polsek IV Nagari. Untuk lebih intensifnya proses hukum, perkara ini turut ditangani Satreskrim Polres Sijunjung.

Dijelaskan Kasat Reskrim, diduga pelaku sudah lama menjalankan aksinya lebih setahun. Seluruh korban adalah anak laki-laki dan masih duduk di bangku SD dan SMP dengan umur rata-rata 6 sampai 16 tahun. “Pelaku mengaku tertarik atau bernafsu jika melihat anak laki-laki yang masih di bawah umur. Bahkan, pelaku ini tidak memiliki hasrat terhadap perempuan. Statusnya masih bujangan,” tegas Wawan. 

Para korban yang sudah membuat laporan tersebut berinisial, AF, 15, FZ, 16, FR, 13, GL, 13, FB, 9, DM, 6, AG, 9, RH, 8, KN, 8, WH, 13, DN, 7, RD, 7, FH, 9, AN, 10 serta PR, 9.

Dari hasil pengembangan, masing-masing korban diperlakukan dengan cara berbeda-beda. Ada di antara korban yang sudah dicabuli sebanyak empat dan lima kali. Dijelaskan Wawan, pelaku memperdaya korban dengan modus bermain sulap, serta dukun. Pelaku bilang kepada korban kalau proses pengobatan tidak boleh terputus sehingga pencabulan terjadi berulang kali. Pencabulan dilakukan di rumah pelaku, semak-semak, atau tempat-tempat sepi.

Pelaku IDP mengakui dirinya memiliki kelainan. “Saya tidak tertarik pada perempuan pak. Kalau melihat anak laki-laki hasrat saya muncul. Saya tahu kalau itu salah pak,” ungkap IDP kepada penyidik. Untuk mengungkap kasus tersebut, kapolres mengimbau masyarakat melapor jika ada korban lainnya. “Kami bisa membantu memberikan pendampingan secara psikologi terhadap korban dan mencegah dampak lain akibat kasus ini,” imbau Kapolres.

Terapkan Suntik Kebiri

Terpisah, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra ketika dihubungi Padang Ekspres menegaskan ada enam upaya dilakukan menyikapi dugaan pencabulan anak ini. “Pertama, mengutuk dan menyesalkan kejadian pencabulan anak tersebut. Meminta kepolisian memproses pelaku dengan pemberatan hukuman bahkan bisa diterapkan suntik kebiri kepada pelaku,” tegasnya.

Kedua, disebutkan Jasra, meminta masyarakat kooperatif dalam memberikan laporan kepada polisi dugaan bertambahnya korban. 
“Ketiga, terkait penanganan kepada korban Dinas Sosial dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) wajib melakukan terapi pskikologis dan rehabilitasi sosial secara tuntas. Karena banyak penelitian menyatakan korban suatu saat bisa menjadi bom waktu jadi pelaku juga,” tambahnya.

Ke empat, pelaku pedofilia ini disamping diberlakukan pemberatan hukuman, juga bisa diterapkan PP No 34 Tahun 2017 tentang Restitusi (ganti rugi) untuk Korban. “Proses restitusi bisa diproses satu paket dengan hukuman bagi pelaku,” ulasnya. Kelima diterangkan Jasra, meminta ninik mamak, masyarakat dan keluarga agar bersama-sama melakukan rehabilitasi korban. 

“Jangan sampai ada embel-embel kepada korban dikemudian hari yang dapat menjatuhkan mentalnya. Selain itu, semua pihak harus terlibat dalam pemenuhan dan perlindungan hak anak. Gerakan ini butuh satu nagari agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi,” terangnya.

Untuk itu, disambung Jasra, perlu pengawasan dan deteksi dini hal-hal yang mencurigakan terjadinya pelecehan seksual atau pencabulan tersebut. 

“Keenam, sudah saatnya keluarga dan pendidikan mengajarkan kepada anak dengan bahasa yang halus terhadap hal-hal organ vital mereka, yang orang lain tidak boleh menyentuhnya. Bahkan mengajarkan kepada anak untuk berani melapor kepada orang tua dan keluarga kalau terjadi tindak pidana pencabulan serupa,” ujarnya.

Exit mobile version