3.565 Anak Ditahan karena Ikut Demo Tolak UU Ciptaker

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sebanyak 3.565 anak terlibat aksi unjuk rasa buruh dan mahasiswa pada 7-8 Oktober ditahan di kantor polisi di sejumlah daerah di Indonesia. 91 anak diantaranya diproses hukum lanjutan karena diduga terbukti melakukan perusakan fasilitas publik.

Komisioner KPAI Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Jasra Putra mengatakan, jumlah anak yang ditahan itu merupakan data yang mereka himpun per tanggal 10 Oktober. Anak-anak yang ditahan dan diduga terlibat pengrusakan tersebut kini ditangani oleh Polda Metro Jaya, Polda Jatim, Lampung, Sumsel, Jambi, DIY, Banten dan Sumut.

“Kami sudah melakukan koordinasi dengan PPA Mabes Polri termasuk mendatangi Polda Metro Jaya untuk memastikan pendataan anak dan memastikan proses hukum sesuai dengan undang-undang 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak,” katanya (12/10/2020).

Pagi ini, kata dia, KPAI akan melakukan rapat pleno membahas persoalan anak yang sedang ditahan di kantor-kantor kepolisian tersebut. Sebab, sesuai dengan undang-undang peradilan anak, penahanan anak hanya boleh dilakukan selama 2×24 jam.

“Sekiranya tetap dilakukan proses hukum, maka anak harus ditempatkan di rumah perlindungan khusus milik pemerintah,” ujarnya.

Dia menjelaskan, anak-anak yang ditahan dan diproses hukum karena diduga terlibat pengrusakan, tetap memiliki hak perlindungan dari penyalahgunaan anak dalam kegiatan politik. Ketentuan itu sesuai dengan amanah pasal 15 UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

“Negara dan pemerintahan daerah wajib melindungi anak-anak tersebut dalam menyampaikan pendapatnya sesuai dengan usia dan pemahamanya. Regulasi ini juga menjadi pertimbangan kita, fakta sementara kita dapatkan sebagian anak-anak kita diajak dalam kegiatan demonstrasi ini melalui media sosial (whatshap dan IG) dengan bahasa-bahasa yang dapat memprofokasi emosi anak,” ungkapnya.

Dia menambahkan, negara seharusnya punya tanggungjawab memastikan anak-anak kita mendapatkan informasi layak anak. Namun faktnya, negara belum bisa memberi perlindunga atas hak anak tersebut.

“Sangat kita sayangkan anak-anak belum bisa terlindungi. Jadi perkembangan kebijakan publik tentang UU Omnibus Law sangat luar biasa, sangat kita sayangkan anak-anak tertinggal dan teredukasi untuk memahami isu kebijakan publik ini secara baik,” ujarnya.

 
Exit mobile version