Sebuah video berdurasi 1:03 menit di Youtube viral di media sosial. Di dalamnya terlihat sejumlah anak-anak menggunakan baju koko, sarung dan kopiah tengah melakukan aksi atau demonstrasi di ruangan terbuka, diduga untuk menolak Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah yang kemudian disebut Full Day School.
Pada aksi tersebut, terlihat anak-anak itu membentangkan spanduk dan membawa bendera seraya meneriakkan takbir, serta memekikkan ucapan “bunuh, bunuh, bunuh menterinya, bunuh menterinya sekarang juga.”
Terkait hal itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan terjadinya aksi yang melibatkan anak tersebut. Terlebih, mereka mengucapkan kalimat yang tidak patut, yakni kata “membunuh.”
“Bila benar adanya, KPAI menyayangkan dan prihatin atas pelibatan anak-anak dalam aksi demonstrasi yang diduga untuk menolak Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah. Sebab, masih ada cara lain yang lebih efektif untuk menyampaikan aspirasi atas suatu kebijakan,” kata Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty melalui keterangan pers tertulisnya, Senin (14/8/2017).
Sitti menilai, ucapan atau ujaran kasar yang dilontarkan anak-anak dalam aksi sebagaimana cuplikan video tersebut sangat tidak patut dan berbahaya bagi tumbuh kembang anak. Pasalnya, anak-anak dididik dan disekolahkan agar nantinya mereka dapat lebih beradab dan berkasih sayang untuk hidup bermasyarakat.
“KPAI melihat dengan adanya ucapan atau ujaran kasar sebagaimana dimaksud tidak sesuai dengan etika dan moral kebangsaan kita. Apalagi hingga berteriak “membunuh” hanya untuk menolak suatu kebijakan,” terangnya.
Membunuh, kata dia, tidaklah dibenarkan dalam ajaran agama apapun dan bertentangan dengan tata aturan perundang-undangan, serta bukan cerminan murni jiwa anak-anak.
“Dengan adanya ucapan tidak patut dari anak-anak tersebut, KPAI prihatin adanya pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan anak untuk kepentingan tertentu, seolah rasa kasih sayang di antara sesama anak bangsa sudah mulai luntur,” tutur Sitti.
Karena itu, KPAI mengimbau agar semua pihak menahan diri dan tidak memanfaatkan anak untuk kegiatan atau aktivitas yang sangat membahayakan tumbuh kembangnya.
“Sebaiknya saluran aspirasi penolakan atas suatu kebijakan diganti dari melakukan aksi turun ke jalan, menjadi dialog untuk mencapai kesepakatan. KPAI percaya negara mendengar setiap aspirasi warga negaranya asalkan disampaikan dengan santun dan membuka diri untuk berdialog,” pungkas dia.