KPAI PENGAWASAN TERHADAP KONDISI ANAK DI LPKS, LPKA, BAPAS KOTA BANDUNG

KPAI Pengawasan terhadap kondisi anak berhadapan dengan hukum baik di LPKA dan LPKS serta Bapas Kota Bandung (15-16/02/2023)

Jakarta, – KPAI dalam Pengawasan terhadap kondisi anak berhadapan dengan hukum baik di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan LPKS serta Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kota Bandung (15-16/02/2023) temukan beberapa fakta yang di alami oleh 3 orang anak yakni A (15) berada di LPKS Kota Bandung selama 7 bulan menanti kasusnya untuk disidangkan, K sudah 10 bulan di LPKS dan belum sidang, S (17) selama 10 bulan lebih di LPKS untuk menunggu proses hukum setelah sidang mendapatkan vonis 18 bulan penjara namun masa tunggu 10 bulan tersebut tidak menjadi pertimbangan hakim untuk pengurangan masa hukuman anak.

Berdasarkan data sementara Bapas Bandung tahun 2022 terdapat 5 anak yang telah dititipkan di sentra/LPKS oleh aparat penegak hukum. Namun masa penitipan anak di sentra tidak termasuk dalam registrasi perkara SPPA sehingga tidak mengurangi masa hukuman anak.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah terdapat Anak disabilitas tuna rungu yang berada di LPKA yang mengalami kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi, karena tidak ada juru bahasa isyarat. Anak penyandang disabilitas memiliki beban berlapis, dan seringkali dianggap rentan karena kondisi fisik, mental, intelektual dan hambatannya dalam bersosialisasi di lingkungan, tutur Dian Sasmita Anggota KPAI.

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 tahun 2012 merupakan harapan untuk memberikan perubahan yang mendasar bagi penanganan anak berhadapan dengan hukum agar menjauhkan anak dengan proses peradilan konvensional serta memastikan anak tidak berakhir di balik jeruji.

Usia SPPA sudah lebih dari sewindu namun masih menyisakan beragam persoalan. Salah satu permasalahan utama dari SPPA adalah terkait anak-anak yang dicabut kebebasannya (chlidren deprived of liverty) selama proses hukum dan ditempatkan di sentra/LPKS. Penempatan penitipan tahanan Anak di LPKS oleh aparat penegak hukum (polisi dan jaksa) tanpa batas waktu dan tidak berimbas terhadap pengurangan masa pidana anak, lanjutnya.

Perjuangan masih panjang untuk pemenuhan hak khusus dalam konteks Anak berhadapan dengan hukum. Penting menjadi perhatian bersama agar (1) meningkatkan penggunaan alternatif pemidanaan anak sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2022 tentang Bentuk dan Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan Terhadap Anak; (2) Menyusun kebijakan penempatan anak di LPKS selama proses hukum dengan waktu yang jelas serta (3) memberikan penguatan pelaksanaan diversi dan kesepakatannya sesuai prinsip keadilan restoratif dengan melibatkan APH, Bapas, pemerintah daerah, tutup Dian.(Ed:Kn)

ANGGOTA KPAI – SUB KOMISI PENGADUAN
DIAN SASMITA
HP- 08112871908

Exit mobile version