SAATNYA MEMBANGUN KECERDASAN ANAK MELALUI PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Manusia dalam proses hidup dan kehidupannya akan senantiasa membutuhkan pendidikan. Karena apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan, maka mereka tidak akan menjadi manusia yang sebenarnya, dalam arti tidak akan sempurna.

Pendidikan secara individu dapat dimaknai sebagai proses peningkatan kualitas diri. Secara sosiologis, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia suatu bangsa. Pendidikan dilangsungkan seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah. Sedangkan pelaksanaan pendidikan itu merupakan landasan awal untuk mengarahkan perubahan pada diri seseorang.

Pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah atau madrasah adalah salah satu upaya untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum, yaitu tujuan pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab II pasal 3 yang berbunyi “…..bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan demokratis serta bertanggung jawab”.

Sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan yang mempunyai peranan sangat penting. Peranan tersebut merupakan upaya menumbuhkan dan mengembangkan anak didik kearah yang lebih optimal dan aktual melalui proses belajar mengajar, setiap guru seyogyanya mengarahkan segenap kemampuannya agar dapat melaksanakan pengajaran yang baik, sehingga diharapkan siswa memiliki sejumlah pengetahuan, sikap dan keterampilan yang memadai.

Dalam mengemban tugasnya, sekolah dihadapkan pada harapan-harapan orang tua peserta didik. Setiap orang tua mengharapkan agar proses pendidikan di sekolah tidak hanya menghasilkan manusia yang berkemampuan intelektual tinggi saja, melainkan adanya keseimbangan dan keselarasan antara kecerdasan dalam aspek Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang dimiliki anak dengan landasan agama yakni iman dan taqwa (IMTAQ).

Mencetak anak cerdas dan kreatif ibaratnya melakukan perbuatan yang bertentangan. Aktifitas “mencetak” mengandung makna peran aktif orang tua dalam mengarahkan dan membentuk segala perilaku anak. Padahal, menjadi kreatif menuntut kesempatan untuk memilih dan berekspresi secara bebas. Bagaimana mungkin mewujudkan keduanya sekaligus? Tentu bukan hal yang mudah, namun bukan sesuatu yang mustahil dilakukan.

Kebebasan tanpa batas justru bisa menjadi bomerang dan tidak menunjang kreatifitas. Demikian juga disiplin tanpa toleransi berpeluang membuahkan kekerdilan. Maka, kebebasan dan disiplin harus dimainkan secara serasi agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal.

Sejak dini anak pada usia prasekolah adalah tahun-tahun paling efektif dalam kehidupan potensi anak seusia itu berada pada masa yang amat penting untuk dirangsang perkembangannya. Untuk mendukung tumbuhnya kreatifitas, perlu diciptakan suasana yang menjamin terpeliharanya kebebasan psikologis secara lancar.

Menurut pemerhati masalah anak dan remaja, Seto Mulyadi, kebebasan psikologis itu dapat dipelihara dan diciptakan dengan membangun suasana bermain yang dapat meraih dan memberikan kesempatan pada anak untuk menampilkan gagasan-gagasan baru secara lancar dan orisinal, jangan sekali-kali ada pengekangan orang tua terhadap anak.

Sebagai orang tua kita ingin memberikan pendidikan yang terbaik pada anak-anak kita, dan hal itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memilihkan sekolah yang baik buat anak-anak kita. Saat memasukkan anak-anak kita ke playgroup berbeda dengan TK, karena yang diutamakan di playgroup adalah beradaptasi/sosialisasi dengan teman sebayanya disamping ada tujuan lain diantaranya: Bermain dan bersenang-senang, sharing, merasakan “menang dan kalah”, melatih kreatifitas anak, melatih motorik kasarnya, mempersiapkan anak agar pada saat masuk TK sudah tidak lagi susah dalam bergaul/beradaptasi dengan guru serta teman-temannya. Sedangkan untuk pertimbangan pemilihan TK diantaranya adalah :

– Agama, mencari sekolah yang sesuai dengan agama karena pelajaran agama harus sudah dikenalkan kepada anak dari sejak dia dalam kandungan orang tua dan juga sejak dia sudah mengetahui/mengenal agamanya. Atau mencari sekolah yang tidak berdasarkan agama tertentu sehingga diharapkan anak menyadari dan mengetahui adanya perbedaan agama, perbedaan ras dan anak dapat bersikap sopan terhadap yang lain dan anak sadar akan identitas dirinya, tetapi juga luwes bergaul dengan mereka yang berbeda dari dirinya.

– Lokasi, dekat dengan rumah karena anak masih kecil, mudah untuk diantar dan dijemput. Jika terpaksa memilih sekolah yang letaknya jauh dari rumah, penggunaan bis sekolah dapat dipertimbangkan. Bis sekolah dapat melatih anak untuk mandiri dan bersosialisasi dengan teman-teman yang berada dalam bis tersebut apalagi jika kedua orang tua bekerja dan tidak ada yang dapat mengantar dan menjemput, tetapi jika menggunakan bis sekolah anak akan berada terlalu lama dalam bis sekolah.

– Kurikulum, mutu pendidikan, kemampuan guru, dan sekolah tidak mematikan kreatifitas anak, dimana anak tidak dituntut untuk mengikuti kehendak gurunya.

– Biaya, dengan biaya yang tidak terlalu mahal dan kualitas yang tidak mengecewakan.

Saat anak memasuki sekolah yang lebih tinggi SD, SMP, SMA pertimbangan mutu sekolah, disiplin sangat diutamakan, kemudian kita berpikir untuk memasukkan anak-anak kita pada sekolah swasta sesuai dengan agama atau pertimbangan lainnya. Sekolah swasta memiliki fasilitas lebih dari sekolah negeri, dan guru yang selalu membimbing, mengarahkan dapat mudah ditemui, dengan bayaran yang tinggi sekolah swasta hanya dapat dinikmati golongan tertentu yang akhirnya tidak ada perbedaan yang mencolok.

Berbeda dengan sekolah negeri yang miskin akan fasilitas, guru yang terkadang tidak ditempat, sehingga murid “dipaksa” untuk mampu mandiri dan belajar sendiri, dan banyak keanekaragaman murid. Kebanyakan dan disadari atau tidak, memilih sekolah terkadang merupakan obsesi dari orang tua dan rasa cinta Almamater.

Pendidikan anak bukan hanya disekolah saja, tetapi dirumah dan di masyarakat sekitar kita. Sebagai orang tua hanya berusaha membangun fondasi yang kuat untuk mereka termasuk mental-spiritual dan kita harus dapat menjadi teladan yang baik untuk anak kita.

Sebagai orang tua sebaiknya tidak hanya memikirkan IQ anak saja tetapi kita berusaha membentuk keseimbangan antara IQ dan EQ (kecerdasan emosional seseorang yang dipengaruhi oleh lingkungan), karena dengan EQ tinggi anak diharapkan dapat survive dalam segala masalah hidup walaupun anak itu hanya memiliki IQ yang rendah, dia mampu menghadapi kegagalan dan belajar mengambil pelajaran dari kegagalan tersebut. Pada seseorang yang memiliki EQ rendah sedangkan ber-IQ tinggi, atau di atas rata-rata akan mempunyai kecenderungan untuk sulit menguasai emosi.

Apapun usaha dan harapan orang tua pada anak harus diingat bahwa itu adalah kehidupan anak bukan milik kita, maksud kita ingin anak kreatif dan mandiri tetapi sudah mengatur semua masa depannya.Biarkan kreatifitas anak khususnya dalam hal pendidikan menjadi sebuah kesiapan si anak untuk belajar dewasa dan memilih masa depannya dengan enjoy.

Sehingga pendidikan sampai kapanpun dapat diraihnya dengan hati senang dan tenang karena sejumlah penelitian mengungkapkan kecerdasan emosi (EQ) lebih berperan dalam menentukan keberhasilan.

Exit mobile version