ASRORUN NIAM SHOLEH: 11,2 JUTA ANAK TELANTAR DI KAMPUNG KARENA IBUNYA BEKERJA DI LUAR NEGERI

JAKARTA – Komisai Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) merilis data mengenai balita yang terlantar akibat ditinggal ibunya yang bekerja di luar negeri. Untuk itu, Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh meminta pemerintah untuk segera melakukan mora­torium pengiriman Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang memiliki balita ke luar negeri.

“Saat ini jumlah TKI yang bekerja di luar negeri mencapai 7 juta jiwa. 80 persennya (5,6 juta) adalah perempuan usia produktif berkisar antara 18-40 tahun. Jika diasumsikan setiap TKImemiliki 2 anak, maka ada 11,2 juta anak kehilangan hak pengasuhan dan kasih sayang dari ibunya karena bekerja di luar negeri,” kata Niam kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, ke­marin. Berikut penjelasannya.

KPAI meminta pemerintah melakukan moratorium TKW, apa alasannya?
Karena ternyata, penempatan TKW di luar negeri mengancam pemenuhan hak-hak anak. KPAI memprediksi ada 11 juta anak Indonesia berpotensi telantar di kampung halaman mereka, lantaran ibunya bekerja menjadi TKI di luar negeri.

Apa dasarnya?
Saat ini jumlah TKIyang bekerja di luar negeri mencapai 7 juta jiwa. 80 persennya (5,6 juta) adalah perempuan usia produktif berkisar antara 18-40 tahun. Jika diasumsikan setiap TKI memiliki 2 anak, maka ada 11,2 juta anak kehilangan hak pengasuhan dan kasih sayang dari ibunya karena bekerja di luar negeri. Makanya, di sini KPAI meminta adanya morato­rium pengiriman TKW.

Sampai kapan?
Sampai ada pemastian jami­nan pemenuhan hak dan perlind­ungan anak yang ditinggalkan.

Bagaimana cara menjamin­nya?
Ya dalam perbaikan regu­lasi pengiriman TKW. Nantinya harus ada persyaratan khusus bagi tenaga kerja wanita yang diizinkan ke luar negeri.

Apa saja contohnya?
Seperti sudah tidak lagi ada tanggungan pengasuhan anak. Selain itu dibutuhkan jaminan yang dibebankan baik kepada pengusaha atau pemerintah.

Bentuknya seperti apa?
Berupa jaminan yang terkait kebutuhan dan perlindungan anak selama ditinggalkan ibunya ke luar negeri. Dalam level pe­merintah, jika pengiriman TKW itu bagian dari ikhtiar, harus me­menuhi syarat-syarat formil dan substansial sesuai perlindungan anak, misalnya ditentukan bera­pa usia anak minimal yang tidak lagi tergantung pada ibu, baik secara fisik maupun psikis.

Selain itu?
Sebelum kebijakan pengiri­man TKW dibuka kembali, harus ada jaminan pengasuhan dan perlindungan anak sela­ma ibu bekerja di luar negeri. Jaminan berupa biaya nafkah serta pengasuhan pengganti serta usia anak telah tuntas pendidikan dasar. Dan bagi ibu yang masih punya balita, tidak boleh ada izin menjadi TKW secara mutlak.

Bagaimana aturan untuk ayah si anak?

Ayah yang ditinggal istrinya bekerja di luar negeri ternyata banyak yang tidak mengasuh anak. Banyak anak-anak yang tidak mendapat hak asuh karena ayahnya juga ikut-ikutan pergi dengan alasan mencari uang.

Dalam aturan sebelumnya memang tidak ada yang spesi­fik membahas mengenai hal tersebut?
Tidak ada klausul yang secara eksplisit menyebutkan pent­ingnya perlindungan anak di UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri. Perlu ada revisi UU tersebut, dan harapannya pada pembahasan di UU, kan leading sector-nya di Kemenakertrans dan Komisi 9 DPR.

Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana anak menda­pat jaminan pemenuhan pengasuhan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selama ibu bekerja di luar negeri, anak harus mendapat asuransi pendidikan dan kesehatan yang tujuannya adalah jaminan agar anak tidak terlantar.

Artinya pelaksanaan UU tersebut masih belum ada?
Di tingkat implementasi be­lum bisa diharapkan, karena belum ada yang mengatur per­lindungan anak yang ditinggal ibunya ke luar negeri, terutama pada TKW yang memiliki anak dan balita. Meski pemerintah dan agensi diuntungkan dengan devisa, namun belum ada jami­nan perlindungan anak. ***

Exit mobile version