Awasi Anak dari Pengaruh Gafatar

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda mendatangi Mabes Polri untuk membahas nasib anak-anak eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang terusir setelah rumah mereka dibakar massa dari Monton Panjang, Mempawah, Kalimantan Barat, (19/1).

“Mereka sebenarnya masih ingin tinggal di Kalbar. Tentunya, tidak di lokasi yang dibakar,” kata Erlinda di Mabes Polri, Kamis (21/1).
Erlina menyatakan, KPAI telah mengirimkan guru-guru bersama tokoh agama untuk memulihkan rasa traumatik bagi anak-anak di sana. “KPAI mengirimkan guru dadakan, dan didatangkan guru-guru tersebut serta termasuk guru agama,” jelasnya.

Menurutnya, sebelum muncul Gafatar, kelompok tersebut menamakan diri Komunitas Millah Abraham (Komar) pada tahun 2012. Namun dibubarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan berganti nama menjadi Gafatar.

“Gafatar dahulunya Komar tahun 2012 dibubarkan oleh MUI. Informasinya asyik juga (Gafatar) tidak pelu puasa, shalat dan pergi haji, asal berbuat baik saja,” ungkapnya sambil bercanda.

‎Atas hal itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta ‎semua pihak baik itu instansi terkait maupun elemen masyarakat untuk mengawasi mereka.

‎”Ribuan pengungsi Gafatar pada akhirnya nanti setelah kembali pulang ke daerah asalnya perlu diawasi. Jangan sampai warga terpengaruh aliran itu lagi, khususnya anak-anak dan remaja,” kata komisioner KPAI Erlinda di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (21/1/2016).

Menurut Erlinda aliran organisasi Gafatar ini cukup berbahaya untuk kehidupan sosial masyarakat. Gerekannya sangat masif dalam merekrut anggota dengan mendatangi satu-persatu, bahkan datang ke rumah-rumah warga dengan berbagai modus dan iming-iming.

“Bahkan cara mereka mendatangi rumah-rumah warga, mengikuti arisan ibu-ibu untuk dipengaruhi ikut Gafatar. Mereka mengiming-imingi bahwa aliran iniah nanti yang akan diterima diakhirat. Jadi tidak perlu ibadah syariat, seperti salat, puasa, termasuk naik haji,” ungkapnya.

Erlinda mengaku keluarganya bahkan sempat diajak oleh kelompok aliran tersebut untuk gabung‎. Bahkan aliran Gafatar ini mendekati kelompok gerakan radikal.

“Bahkan mereka mencari pengikut dari kalangan mahasiswa pada saat ajaran baru,” ujar dia.

Maka dari itu ia mengimbau semua pihak untuk mengantisipasi dan mencegah berkembangnya gerakan tersebut di lingkungan masyarakat.

“Kami berpendapat RT/RW bertanggung jawab atas hal ini, kepolisian termasuk aparat pemerintah daerah. Aliran ini harus dicegah bersama-sama,” kata dia.

“Kami minta kepada pemerintah agar tidak memandang remeh kelompok ini. Aliran ini dekat sekali dengan aliran radikalisme. Aliran ini sudah ada di pedesaan yang tak terjangkau transportasi”.

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Anton Charliyan mengatakan saat ini anggota Gafatar yang ada di Kalimantan Barat sudah mencapai ribuan orang.

“Sudah ada 2816 orang yang gabung Gafatar di Kalbar,” kata Anton di kantornya Kamis Siang.

Berdasarkan laporan masyarakat ke Kepolisian anak-anak yang hilang di Jogja ada 15 orang, namun belum diketahui apakah mengikuti kelompok Gafatar tersebut ke Kalbar atau tidak. Masyarakat mencurigai anak-anak yang hilang itu mengikuti aliran Gafatar tersebut.

“Dari Jogja ada 15 anak yang hilang, dua anak diketahui ikut langsung dengan organisasi Gafatar, sedangkan yang lain belum ditemukan. Bahkan ada laporan dari orang tuanya di Jogja, anaknya ke Kalimantan, ketika kembali dari sana menggunakan kaos Gafatar,” ujar dia.

Exit mobile version