Bagaimana Kelanjutan Perppu Kebiri bagi Predator Kejahatan Seksual?

JAKARTA – Remaja di bawah umur ataupun anak-anak, hingga kini masih rentan jadi korban kejahatan seksual. Bahkan, seorang publik figur juga tak luput turut melakukan tindak kriminal tersebut. Menanggapi hal itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Erlinda memastikan Perppu Pengebirian saat ini sudah hampir rampung digodok pemerintah.

“90 persen sudah oke, tinggal belum ditandangi Presiden dan implementasi,” ujar Erlinda.

Namun, selain dari aspek regulasi yang kini masih diproses, Erlinda menilai penegak hukum di Indonesia masih kurang tegas. Kepolisian misalnya, perlu visum et repertum untuk membuktikan tindak pelecehan seksual. Padahal, korban seringkali sudah terlanjur trauma akibat peristiwa yang telah menimpanya.

“Segi regulasi masih kurang, terutama untuk penegakan hukum, implementasi saat ini juga kurang. Kepolisian masih belum bisa memanfaatkan. Misal, pelecehan seksual yang menimbulkan trauma. Karena kadang kita dianggap tidak bisa visum tidak bisa dilanjut ke penyidikan, jadi mental tidak P21, akhirnya tidak maksimal seperti kasus oknum kyai, raja Solo, rata-rata mental,” imbuhnya.

Sebab itu, dalam Perppu tersebut, Erlinda berharap terdapat cara lain agar kasus pelecehan dan kejahatan seksual bisa segera diproses hukum. Aspek lain yang juga perlu menjadi perhatian, lanjutnya ialah rehabilitasi bagi korban. Selama ini korban cenderung terbengkalai dan justru menimbulkan bahaya dikemudian hari karena cenderung jadi predator akibat perasaan traumatiknya.

“(Perppu) dalam rangka minimalisir, harusnya awal Maret sudah kelar. Karena tidak dikawal lempeng. Penanganan harus komprehensif dan holistik, harus dilakukan rehab, selama ini jarang dilakukan akhirnya mereka (korban) bisa jadi calon predator,” tukasnya.

Exit mobile version