Banyak Anak-anak Anggota Gafatar yang Putus Sekolah

JAKARTA – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam, menyebutkan mayoritas anak-anak pengungsi eks-Gafatar membutuhkan pendampingan dan pendidikan khusus.

Menurutnya, banyak anak usia sekolah, baik Sekolah Dasar (SD) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang putus sekolah karena gabung Gafatar setelah pindah ke Kalimantan, dan juga tidak mengenyam pendidikan.

“Ada yang mengaku menerima pendidikan di rumah, tapi ada beberapa anak yang tidak sekolah sama sekali,” kata Asrorun dalam keterangan yang diterima, Minggu (31/1/2016).

Untuk itu dirinya meminta Kemendikbud segera hadir untuk memberikan layanan pendidikan darurat serta membuat perencanaan untuk pemenuhan hak pendidikan anak secara utuh dan holistik.

“Kemenag juga belum hadir untuk penyuluhan serta pemenuhan hak agama, dan pendampingan aspek keagamaan. KPAI sudah jalin kontak dengan Kemendikbud serta Kemenag untuk pastikan hak dasar anak. Kemenag segera mengirim tim penyuluh agama,” katanya.

KPAI bersama tim relawan yang terdiri dari psikolog anak, pendongeng, perawat, konselor, dan penyuluh juga telah melakukan pendampingan terhadap anak-anak pengungsi eks-Gafatar yang ditampung di Gedung Forki Cibubur dan Asrama Haji Pondok Gede.

Lebih lanjut Asrorun menjelaskan, total pengungsi di Pondok Gede 832 orang terdiri dari 460 laki-laki dan 372 perempuan.

“Dari total pengungsi tersebut, ada empat orang yang sedang hamil, ada bayi di bawah satu tahun 34 orang dan balita 109 orang,” kata Asrorun.

Seperti diketahui, kelompok pengungsi eks-Gafatar ditampung di empat titik di DKI Jakarta, yaitu Gedung Forki (481 orang), RPTC (467 orang), Bina Insani (180 orang), dan Asrama Haji (832 orang).

Exit mobile version