Cegah Nikah di Bawah Umur, Revisi UU Perkawinan

JAKARTA – Tingkat perkawinan yang melibatkan perempuan di bawah umur masih tinggi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) bersiap mengajukan revisi UU 1/1974 tentang Perkawinan.
Menteri PP-PA Yohana Susana Yembise mengatakan, untuk membahas revisi UU itu dia sudah bertemu dengan Menag Lukman Hakim Saifuddin. “Saya bersyukur Pak Menteri Lukman memberikan dukungan,” katanya usai peluncuran Gerakan Bersama Stop Pernikahan Anak di Jakarta, kemarin (3/11). Dia mengatakan jika revisi UU Perkawinan tidak lolos, maka diupayakan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Yohana menuturkan poin utama usulan revisi UU Perkawinan itu adalah soal batas minimal usia nikah untuk perempuan. Di dalam UU tersebut, batas usia minimal bisa menikah untuk perempuan adalah 16 tahun. Yohana mengatakan usia 16 tahun masih terlaku kecil. Dia mengharapkan usia minimal menikah ditambah menjadi lebih dari 18 tahun.
Menurut Yohana banyak sekali potensi persoalan yang muncul akibat nikah di usia anak-anak. Diantaranya adalah masih tingginya angka meninggal ibu melahirkan atau bayinya. Selain itu anak perempuan yang menikah, umumnya ikut bekerja dan membantu keuangan negara. “Sudah waktunya kita bersama membiarkan anak-anak perempuan bermain, belajar, dan berprestasi,” jelasnya.
Yohana mengatakan di level ASEAN tingkat pernikahan usia anak di Indonesia masih tinggi. Potensi nikah usia dini cukup besar, karena saat ini jumlah anak-anak di Indonesia 87 jiwa. Dia mengatakan upaya stop pernikahan tidak bisa dilakukan Kementerian PP-PA saja. Tetapi juga melibatkan masyarakat. “Saya sudah mendapatkan dukungan dari tokoh agama dan adat,” jelasnya. Menurut Yohana upaya memcegah pernikahan anak kerap terkait dengan faktor agama dan budaya.
Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PP-PA Lenny Nurharyanti Rosalin menuturkan, ada lima provinsi yang potensi nikah usia anaknya besar. Yakni Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Menurut penelitian satu dari enam anak perempuan menikah di usia dini.
Dia menjelaskan, prevalensi nikah usia anak di Sulawesi Selatan dan Jawa Barat mencapai 30,5 persen. Artinya 30,5 persen perempuan antara 20 tahun sampai 24 tahun, mengaku menikah sebelum usia 18 tahun. Dia berharap angka pernikahan anak yang masih tinggi ini bisa ditekan.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak (KPAI) menyuarakan dukungannya. Sekretaris komisi bidang pengasuhan anak, Rita Pranawati mengungkapkan bahwa pendewasaan usia perkawinan akan meningkatkan  ketahanan keluarga indonesia. Menurut Rita, pada  usia 16 tahun organ reproduksi anak perempuan belum cukup siap. “Resikonya bisa kematian ibu dan anak,” katanya.
Selain itu secara psikis, belum ada mental mengasuh dan mendidik anak pada usia sekitar 16 tahun. “Mentalnya masih ingin bermain-main lalu harus mengasuh anak,” ungkap Rita. 

Exit mobile version