DATA KASUS ANAK KORBAN PENGASUHAN BERMASALAH TINGGI: KPAI LAKUKAN ADVOKASI

Advokasi hasil pengawasan pemenuhan hak pengasuhan anak pada orang tua tunggal, berkonflik dan bercerai Jakarta, 04/10/2022

Jakarta –  Data KPAI 2021 menyebutkan sebanyak 2.971 kasus anak korban pengasuhan bermasalah adalah kasus dengan aduan tertinggi. Kasus pelanggaran hak anak dalam bidang keluarga dan pengasuhan dominan bersifat perdata. Advokasi merupakan salah satu cara KPAI mendorong peningkatan kebijakan penyelenggaraan perlindungan anak di tingkat peraturan nasional.

Pengasuhan anak dalam keluarga di Indonesia telah mengalami pergeseran, sehingga menimbulkan dampak permasalahan. Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anak serta mengurangi timbulnya masalah sosial.

Tingginya angka perceraian yang mencapai 3% per tahun (Sumber:Bappenas) serta perubahan struktur keluarga dan beragam kondisinya menjadikan kompleksitas pemenuhan hak anak dengan beragam kondisi keluarga. Pada Bulan Juni 2022 KPAI telah melakukan pengawasan tentang pemenuan hak anak dengan kondisi orang tua tunggal, berkonflik maupun yang telah bercerai. Pengawasan dilakukan dengan menggunakan instrument dan disebarkan kepada masyarakat.

Penyiapan instrumen tersebut dilakukan dengan review dengan ahli dan akademisi, dan mengadakan pertemuan dengan kelompok masyarakat yang terkait tema pengawasan. Hasil pengawasan tersebut diharapkan menjadi bahan advokasi KPAI kepada pemerintah baik pusat dan daerah terkait kebijakan dalam hal pengasuhan anak-anak Indonesia, ucap Ketua KPAI, Dr. Susanto, MA pada webinar blended yang diselenggarakan oleh KPAI, Selasa (04/10/2022) di Jakarta.

advokasi hasil pengawasan pemenuhan hak pengasuhan anak pada orang tua tunggal, berkonflik dan bercerai.

Rapat yang membahas tentang advokasi hasil pengawasan pemenuhan hak pengasuhan anak pada orang tua tunggal, berkonflik dan bercerai, dipimpin oleh Ketua KPAI, Susanto. Pada rapat tersebut Ketua KPAI didampingi oleh Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati, Anggota KPAI Jasra Putra dan moderator Anggota KPAI Margaret Aliyatul Maimunah. Hadir pemateri secara offline Plt. Deputi Pemenuhan Hak Anak Rini Handayani, Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama MA-RI Nur Djannah Syaf. Sementara itu, pemateri yang hadir secara online yakni Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kementerian PPN/Bappenas Woro Sulistyaningrum. Acara tersebut juga menghadirkan keynote speech Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi. Hadir peserta secara offline beberapa stakeholder diantaranya Kementerian PMK, Kemensos, Kemen PPPPA, Bappenas, Kementerian Agama, dan beberapa NGO.

Dalam keynoe speech Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi menyampaikan bahwa pendampingan bagi anak korban konflik orang tua sangat penting, sehingga dibutuhkan penguatan Lembaga pendampingan dan juga adanya hukum yang mengatur terkait pemenuhan hak anak berkonflik, adanya sanksi yang tegas bagi orang tua yang mengabaikan hak anak, adanya peradilan khusus keluarga serta adanya Lembaga khusus yang menyelesaikan mandate sengketa kasus pengasuhan dan berkonflik.

Optimalisasi Lembaga layanan untuk meminimalisir perceraian atau dampak bagi anak sangat penting seperti Lembaga layanan konseling, Lembaga bantuan hukum, dan Lembaga mediasi, lanjut Nur Djannah Syaf.

Sementara itu, Rita Pranawati menyampaikan bahwa jumlah survei ini terdiri dari 86 responden orang tua tunggal yang tersebar di 17 Provinsi, 61 responden orang tua berkonflik yang tersebar di 17 Provinsi, 205 responden orang tua bercerai yang tersebar di 25 Provinsi. Dengan metode pengumpulan dan dimana kuesioner disebar melalui media sosial dan responden mengisi kuesioner secara online.

Beberapa kesimpulan didapat yakni penyebab terbesar menjadi orang tua tunggal mayoritas karena hamil diluar nikah, selain itu juga korban KDRT, dan korban perselingkuhan. Sementara penyebab terbesar orangt tua yang sedang berkonflik karena adanya perselisihan terus menerus dan adanya masalah pihak ketiga. Dan penyebab terbesar orang tua yang bercerai adalah karena adanya perselisihan terus menerus, adanya masalah pihak ketiga (perselingkuhan), serta masalah ekonomi.

Pemahaman tentang hak anak Ketika orang tua berkonflik/bercerai merupakan kebutuhan dasar yang mutlak sehingga anak tidak menjadi objek dan menjadi korban dari sengketa orang tua. Terdapat gap antara pengakuan peran orang tua dengan kondisi anak yang memiliki kerentanan yang besar, ungkap Woro Sulistyaningrum.

Permasalahan pengasuhan anak menjadi tugas besar yang harus segera diselesaikan, penguatan program pra perkawinan yang meliputi pemahaman tentang hak anak sangat penting diberikan. Selain itu juga kehadiran Lembaga layanan sangat dibutuhkan pada saat orang tua/pasangan memiliki masalah, tutup Susanto. (Rv/Ed:Kn)

 

 

Exit mobile version