Jakarta, – KPAI melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait terhadap kasus tindak kekerasan anak di lingkungan pondok pesantren di Sukoharjo yang mengakibatkan korban santri berinisial AKP (13) meninggal dunia. Dalam koordinasinya KPAI mendorong Kementerian Agama segera melakukan evaluasi terhadap tata kelola perlindungan anak, terutama kekerasan pada anak di lingkungan pesantren, serta membentuk satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan pada anak di lingkungan pesantren mulai dari tingkat pesantren, Kabupaten/Kota dan Provinsi.
Hal tersebut disampaikan Aris Adi Leksono selaku Anggota KPAI sekaligus pengampu klaster Pendidikan, Waktu Luang dan Budaya saat ditemui di Kantor KPAI, pada Rabu (19/09/2024).
Kemudian, lebih lanjut kepada Kementerian Agama bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) diharapkan dapat segera melakukan pendampingan kepada anak-anak santri lainnya untuk mendapatkan pemulihan trauma hingga psikologis atas kejadian tersebut, sehingga mereka dapat kembali melanjutkan aktivitas belajarnya, lanjutnya.
“Terhadap keluarga korban tentu harus dipastikan terpenuhinya hak dalam mendapatkan pendampingan psikologi, pendampingan hukum hingga pemulihan dan hal ini dapat dikoordinasikan melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Sukoharjo,” ungkap Aris.
Kekerasan yang terjadi pada anak menjadi masalah serius yang harus segera ditangani secara cepat dan komprehensif. KPAI dalam kasus ini telah melakukan penjangkauan dan berkoordinasi dengan pihak keluarga korban, Kementerian Agama untuk mendapatkan informasi sebagai upaya penanganan terhadap korban dalam mendapatkan keadilan sesuai dengan haknya yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak,” tegas Aris.
Dalam kasus ini, kakak kelas berinisial MG (15) telah ditetapkan sebagai Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), sehingga dalam proses hukumnya agar berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Kekerasan terhadap anak merupakan salah satu tindakan yang melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, maka siapapun yang melakukan harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
Diyah Puspitarini selaku Anggota KPAI sekaligus pengampu klaster Anak Korban Kekerasan Fisik/Psikis menegaskan kepada Polres Sukoharjo agar proses terhadap anak berhadapan dengan hukum dalam kasus ini harus berjalan dengan cepat sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku, begitupun terhadap pihak pondok pesantren diharapkan untuk terus melakukan upaya pencegahan agar tidak terulang kembali kejadian yang sama di kemudian hari.
Berdasarkan Pasal 59A Undang-Undang Perlindungan Anak, bahwa perlindungan khusus bagi anak hendaknya dilakukan melalui upaya a. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya; b. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan; c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan d. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
Sehingga, masyarakat dapat berperan dalam mencegah kekerasan terhadap anak dengan mengenali bentuk-bentuk kekerasan, karena kasus ini menjadi sebuah pelajaran serius dan sedikitpun tidak boleh ditolerir, sebab seharusnya Pondok Pesantren dapat menjadi rumah yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak-anak,” tutup Aris. (Ed:Kn/Rv)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727