Eksploitasi Anak dalam Grup Facebook “Fantasi Sedarah”, KPAI Minta Penindakan dan Penguatan Tata Kelola Platform Digital

Ilustrasi, Sumber: Freepik

Jakarta, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam keras keberadaan grup Facebook bernama “Fantasi Sedarah” yang memuat konten kekerasan seksual terhadap anak dan memiliki lebih dari 32.000 anggota. KPAI menyebut konten dalam grup ini sebagai bentuk kejahatan yang terorganisir, melibatkan narasi inses, serta mengeksploitasi anak secara sistematis di ruang digital.

KPAI mendesak agar negara segera bertindak tegas dengan penindakan hukum terhadap para pelaku, perlindungan bagi anak-anak serta penguatan tata kelola platform digital yang digunakan untuk menyebarkan konten keji tersebut.

“Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tetapi kejahatan yang sangat serius yang mengancam keselamatan anak-anak Indonesia. Tidak ada toleransi untuk kekerasan seksual, apalagi yang dikemas dalam bentuk komunitas yang menjadikannya seolah normal. Negara harus hadir melindungi korban dan memutus jaringan ini,” tegas Ai Maryati Solihah, Ketua KPAI. 

Dalam menindaklanjuti kasus ini, KPAI telah menggelar rapat koordinasi, pada, Senin (19/05/2025) melalui zoom dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), Meta Indonesia, Polda Metro Jaya, Kementerian Agama, dan Kementerian Kesehatan, guna merespons cepat penyebaran konten, pelacakan pelaku, dan perlindungan terhadap anak.

Anggota KPAI, Kawiyan, menambahkan bahwa kasus ini memperlihatkan bagaimana ruang digital kini menjadi ladang subur bagi predator anak jika tidak diatur dan diawasi secara ketat.  “Grup ini bukan hanya menyimpan konten, tetapi mempublikasikan, membicarakan, bahkan mengekspose foto-foto anak dengan kecenderungan seksual menyimpang. Ini sudah masuk wilayah pidana. Kami mendesak agar pelaku diproses hukum berdasarkan UU Perlindungan Anak dan ITE,”tegas Kawiyan.

“Kami juga berpihak penuh pada korban. Anak-anak yang menjadi objek eksploitasi seksual ini harus mendapat perlindungan hukum, pendampingan psikososial, dan pemulihan menyeluruh, bukan malah disalahkan atau distigmatisasi,” tambahnya.

Dalam rakor,  Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar, melaporkan telah meminta Meta untuk menutup grup tersebut dan mengajukan permintaan takedown terhadap 98 konten bertema incest di Facebook dan 17 di X. Data telah diserahkan kepada kepolisian. 

Polda Metro Jaya, melalui AKBP Reonald Simanjuntak, Kasubbid Penmas menyampaikan sedang menelusuri pelaku, korban, serta akun-akun palsu yang terlibat, dengan mengingatkan masyarakat agar publik tidak menyebarluaskan ulang konten tersebut demi menjaga proses penyelidikan dan melindungi korban. 

KPAI menyoroti pentingnya pelibatan aktif KemenPPPA, Kemensos, dan lembaga pendukung lainnya untuk melakukan:Pelacakan dan pendataan anak korban, Pemberian layanan rehabilitasi dan bantuan sosial, Pendampingan hukum dan psikososial. KPAI juga menekankan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak harus segera diimplementasikan secara konkret oleh seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), termasuk platform media sosial. 

“Kasus ini harus menjadi alarm besar bahwa sistem perlindungan anak di ruang digital masih sangat lemah. Tidak ada ruang untuk pembiaran. Ini saatnya negara membuktikan bahwa keselamatan anak-anak lebih utama dari algoritma, trafik, dan keuntungan digital,” tegas Kawiyan. KPAI menyerukan kolaborasi nasional untuk memastikan bahwa kejahatan seksual terhadap anak, dalam bentuk apa pun, tidak lagi mendapat ruang di Indonesia. (Ed:Kn)

Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727

Exit mobile version