Era Digital Jaman Now: Membuat Para Ibu Harap-Harap Cemas

ERA digital zaman now membuat akses informasi tanpa batas. Akses terhadap informasi ini bisa dilakukan kapanpun, dimanapun, dan dari siapapun itu. Bahkan dengan adanya arus informasi yang sangat cepat melalui internet, membuat orang akan menjadi lebih mudah dalam mencari informasi yang diinginkan, apapun itu.

Begitu pula dengan media sosial seperti facebook, twitter dan sejenisnya dapat mempertemukan individu dengan orang baru, dan menambah relasi antar individu dengan meniadakan pandangan baik dan buruk. Hal inilah yang menjadi kecemasan tersendiri bagi ibu-ibu, apakah informasi yang didapat lebih banyak memberikan dampak yang baik bagi anak atau sebaliknya dampak negatif.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan “Ibu-ibu zaman sekarang harus belajar dan menyiapkan diri bagaimana mengasuh anak-anak yang merupakan generasi melek teknologi yang serba digital,” kata Mensos dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (22/12). Namun sebagai generasi muda yang akrab dengan teknologi, akan tumbuh individualistis, lebih mapan karena mewarisi kemewahan material dari kedua orangtua, lebih banyak berinteraksi lewat perangkat teknologi yang apabila dibiarkan berlarut-larut dapat mengarah pada sifat antisosial.

Dari sisi peran ibu dalam keluarga cara tersebut tentu mesti dilaksanakan. Mendampingi putra-putrinya agar mereka bijak menggunakan teknologi, memahami perkara yang boleh diakses dan tidak. Namun mampukah hal ini dilakukan jika “gempuran” pengaruh buruk semakin massif yaitu narkoba dan pronografi?. Kini faktanya, baru membuka akses internet seperti email bahkan informasi islami namun iklan dan gambar pornografi muncul sendiri alias otomatis muncul.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise mengungkapkan berdasar data pantauan Interpol dan Polri, kini setiap hari terdapat rata-rata 25 ribu aktivitas di internet terkait pornografi anak yang berasal dari wilayah Indonesia. Aktivitas itu berupa pengunduhan maupun pengunggahan konten pornografi anak (16/4/2017) seperti dilansir Antara. Data lain menggambarkan betapa Indonesia saat ini sedang mengalami darurat kekerasan seksual pada anak juga disebutkan oleh Yohana berdasar pantauan data di media sosial twitter.

 

Menurut Yohana, berdasar pantauan kementeriannya bersama lembaga pemantau dan analisis media daring, Katapedia, pada periode September-November 2016 saja, tercatat ada 1.200 cuitan di twitter mengenai pronografi anak. Data ini yang tercacat, bagaimana dengan yang tidak tercatat?. Kemungkinan lebih banyak lagi. Sedangkan menurut data dari Komisioner Bidang Pornografi dan Cybercrime Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah mengatakan, sepanjang 2017 tercatat ada sebanyak 514 laporan kasus pornografi dan cybercrime yang masuk ke KPAI (https://www.kpai.go.id, 2017).

Ribuan kasus yang terjadi mungkinkah ditangani secara individu atau keluarga?. Tentu tidak mungkin. Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak yaitu keluarga, masyarakat dan negara. Keluarga adalah tempat pertama mendapatkan pengetahuan bagi seorang anak. Dalam keluarga, anak akan menemukan tempat untuk mereka mengerti arti kehidupan yang sebenarnya. Karena sejatinya keluarga adalah guru pertama yang menanamkan nilai-nilai iman sehingga anak menjadikan standar halal dan haram dalam melakukan perbuatan. Sehingga anak telah memiliki “antibodi” yang akan menjadi pelindung baginya dari serangan virus-virus yang berbahaya, termasuk serangan pornografi di dunia maya.

Masyarakat diharapkan memiliki kepedulian terhadap kondisi yang terjadi di sekitarnya. Masyarakat melaporkan kepada pihak yang berwajib jika ada yang membuat, menyebar, memproduksi, menyiarkan hal-hal yang berbau pornografi. Selain itu diharapkan pula peran aktif dari tokoh-tokoh masyarakat serta tokoh agama dalam melakukan edukasi akan bahaya pornograf, serta bekerja dengan bekerjasama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan teguran terhadap tayangan-tayangan berbau pornografi.

Sejatinya peran penting dan genting dalam menanggulangi pornografi dipegang oleh negara. Karena negara dalam hal ini pemerintah yang memiliki kekuatan dan perangkat untuk membatasi

arus informasi internet. Pemerintah baik pusat maupun daerah wajib melakukan pencegahan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi dengan cara melakukan pemutusan jaringan pembuatan dan penyebarluasan produk pornografi atau jasa pornografi, termasuk pemblokiran melalui internet. Beberapa negara di dunia sudah menempuh kebijakan pembatasan internet, dengan berbagai cara dan kepentingan.

Di kuba toko-toko menjual komputer yang canggih namun tidak mungkin bagi warga biasa untuk membelinya tanpa ijin khusus. Pembatasan juga dilakukan jika warga Kuba ingin mendapat layanan internet dari perusahaan provider milik negara. Pemerintah mengatakan bahwa pembatasan itu untuk menjamin penggunaan internet demi kepentingan sosial dan bersama. Pemerintah Kuba menegaskan bahwa prioritas mereka adalah menggunakan internet untuk pendudukan dan kesehatan (www.bbc.co.uk). Bahkan di Inggris, pemerintahnya membatasi pornografi dengan menghilangkan beberapa hasil pencarian. Nantinya, orang yang googling dengan kata kunci ‘menjurus’ (pornografi) tak akan mendapatkan apa yang mereka mau baik dari Bing hingga Google. Kemudian memberikan akses lebih besar kepada Child Exploitation dan Online Protection Centre untuk memeriksa jaringan pengiriman file di internet dan membuat database tentang gambar pornografi anak-anak. Ini akan digunakan untuk melacak pelaku penyebaran di dunia maya (www.merdeka.com).

Dengan demikian, kita berharap pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius dalam menanggulangi pornografi sehingga para ibu tidak lagi harap-harap cemas ketika anak-anak menggunakan internet karena mereka hanya dapat mengakses informasi yang membawa pada kebaikan bagi diri dan bangsanya. []

Exit mobile version