FOKUS: Stop Pembunuhan Anak oleh Ibunya! Pendampingan Psikologis serta Penindakan Tegas Jadi Solusinya

MIRIS ketika mengetahui kabar ada seorang ibu tega menganiaya anaknya sendiri sampai meninggal dunia. Namun itulah yang terjadi beberapa waktu lalu di kawasan Jakarta Barat. Seorang ibu muda berinisial NW (30) tega bertindak kasar kepada putranya GW (5) di dalam kamar kosnya, Jalan Asem Kedoya, Kebun Jeruk. Ketika dinyatakan tewas di rumah sakit, di tubuh korban didapati luka bekas penganiayaan.

Kapolres Jakarta Barat Kombes Roycke Harry Langgie mengatakan ibu muda pembunuh sadis anak kandung sendiri tersebut dilakukan lantaran sang anak sering mengompol. Pelaku NW menghabisi nyawa anak tercintanya setelah mengikat tangan dan kaki serta membekap korban dengan plastik. Dari hasil pemeriksaan awal terhadap tersangka, didapat keterangan motif pelaku akibat adanya perubahan sikap korban sejak dua bulan terakhir.

Roycke melanjutkan, saat ini pihaknya sudah melakukan langkah-langkah penyidikan lebih lanjut, termasuk pemeriksaan, baik visum maupun autopsi. Memang terdapat tanda pada mukanya yang agak kebiruan. Meski begitu, terkait kekejaman dengan kekerasan tersebut Kapolres menyatakan belum dapat menyimpulkan apakah NW mengidap gangguan jiwa. “Kita lagi periksa kejiwaan, tapi sementara pelaku ini normal. Tapi tetap karena ini kejadian yang tidak biasa kita akan tetap lakukan itu,” jelasnya.

Roycke mengatakan, pelaku akan dijerat dengan Pasal 80 Ayat (3) juncto Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. “Ini maksimal hukuman 15 tahun (penjara),” terangnya di Mapolres Jakarta Barat.

Sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pertemuan dengan Kanit Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Polres Jakarta Barat untuk membahas kasus kekerasan ini. Dalam pertemuan tersebut KPAI, yang diwakili Wakil Ketua Komisioner Bidang Pengasuhan Rita Pranawati, juga sempat menemui tersangka.

Ia mengatakan, tersangka mengaku sangat menyesali perbuatannya. “Tadi tersangka juga sedih dan menyesali perbuatannya dan mengatakan kepada orangtua jangan pernah melakukan kekerasan terhadap anak,” terangnya, Senin 13 November 2017.

Rita melihat ada indikasi stres dalam diri pelaku terhadap anaknya. Menurut dia, kondisi tersangka yang berstatus orangtua tunggal ditambah tidak memiliki pekerjaan dan bingung ingin meminta bantuan kepada siapa sehingga mengakibatkan pelampiasan emosi kepada sang putra. “Karena orangtua tidak bekerja, kemudian tidak ada yang bisa dimintai tolong, itu kan kondisinya labil sehingga melampiaskan kepada anak,” tuturnya.

Rita menerangkan, ketika seseorang ingin memiliki anak harus siap secara psikologis maupun mental. Hal itu penting dilakukan agar tidak terjadi hal-hal terburuk. “Sementara kalau sudah punya keluarga maka mau enggak mau harus punya pengasuhan yang baik. Karena kalau enggak, menjadi masalah, dan ini menjadi kata kunci untuk menguatkan kembali peran keluarga dalam pengasuhan sebenarnya,” papar dia.

Exit mobile version