Jakarta – kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oknum guru ngaji berinisial W (40) akhirnya terungkap. Pelaku telah memanfaatkan perannya sebagai guru ngaji sejak 2017 hingga 2024, dengan 20 anak menjadi korban. Saat ini, sebanyak 15 anak yang menjadi korban kekerasan telah menerima pendampingan dan perlindungan secara menyeluruh di Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Layanan ini bertujuan untuk memastikan pemulihan fisik dan psikologis mereka, sehingga mereka dapat pulih dari trauma dan melanjutkan proses tumbuh kembang dengan baik. P2TP2A berperan penting dalam memberikan dukungan dan pemulihan kepada anak-anak korban kekerasan, baik melalui layanan medis, psikososial, maupun pendampingan hukum.

“Ya benar bahwa sudah ada 15 anak yang saat ini mendapatkan pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang, ujar Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Zain Dwi Nugroho saat menggelar Konferensi Pers di Mapolda Metro Jaya, pada, Jumat (31/01/2025)
Setiap kasus kekerasan seksual terhadap anak selalu menempatkan pemulihan korban sebagai prioritas utama. Hal ini sesuai dengan amanah Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014, yang menegaskan pentingnya pemulihan dan perlindungan bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan.
Lebih lanjut, Ketua KPAI Ai Maryati Solihah yang turut hadir dalam Konferensi Pers tersebut mengatakan bahwa ruang pemulihan rehabilitasi baik secara fisik maupun psikis, tentu menjadi bagian hak anak yang harus didapatkan sebagai korban, karena ini menjadi salah satu bagian penting agar tidak ada potensi korban menjadi pelaku dikemudian hari.

Ai Maryati juga memberikan apresiasi kepada korban dan keluarga korban yang telah berani untuk melaporkan tindakan asusila yang dialami. Ia mengungkapkan, keberanian dan kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan seksual seperti ini sangat penting. Diharapkan, dengan semakin tingginya kesadaran dan keberanian masyarakat, akan tercipta perubahan yang signifikan dalam memutus mata rantai kekerasan seksul terhadap anak, serta memberikan perlindungan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
KPAI menghimbau kepada agar orang tua dan masyarakat sekitar lebih peduli dan aktif mengawasi setiap aktivitas anak-anak, guna mencegah terjadinya kekerasan atau eksploitasi lebih lanjut. Atas perbuatannya, pelaku W dikenakan Pasal 76E Jo Pasal 82 UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU RI No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-Undang dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Pelaku W selama ini berkedok menjadi guru ngaji untuk mendekati anak-anak dan melancarkan aksinya. Ia memanfaatkan berbagai fasilitas yang mampu menarik perhatian korban, seperti penggunaan unit ponsel, akses internet, serta memberikan makanan gratis.
“Menjalankan aksinya ini dengan berkedok menyediakan tempat mengaji bagi anak-anak dan memberikan fasilitas yang membuat mereka nyaman dan tertarik untuk datang ke rumah pelaku,” kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra. Wira juga menjelaskan bahwa jumlah korban kemungkinan bisa lebih dari 20 anak, mengingat pelaku W telah melakukan aksinya dalam waktu yang lama. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727