Hak Anak Berhadapan dengan Hukum Terabaikan

JAKARTA  – Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dinilai belum maksimal. Hal ini antara lain bisa dilihat dari masih terabaikannya hak-hak anak berhadapan dengan hukum (ABH).
“Hak yang diabaikan seperti hak melanjutkan pendidikan, bertemu keluarga, hingga penetapan penahanan sebagai upaya terakhir,” kata Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia Jasra Putra kepada HARIAN NASIONAL di Jakarta, Jumat (10/8).
Jasra menjelaskan, spirit UU Nomor 11 Tahun 2012 harus dipahami semua pihak. Pemahaman ini tak terkecuali saat ABH ditangani pihak kepolisian. Penangan kasus perlu memerhatikan kepentingan terbaik untuk anak.
“Sehingga negara tidak merenggut masa depan terbaik mereka,” ujarnya.
Jasra menilai, aspek yang mengalami kemajuan terkait UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA baru sebatas mengenai ketentuan diversi dan restorative justice.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) mencatat, sejak Januari hingga Mei 2018 tahanan anak berjumlah 978 orang. Sementara narapidana anak sebanyak 2.623 orang.
Advokat Lembaga Bantuan Hukum APIK Veny Siregar mengingatkan, penerapan UU Nomor 11 Tahun 2012 perlu ditingkatkan. Dia mencontohkan, proses diversi — penyelesaian perkara anak dari peradilan pidana ke proses peradilan nonpidana-pada beberapa kasus seksual berjalan tanpa pengawasan yang jelas.Menurut Veny, diversi memang harus disepakati kedua belah pihak, yaitu korban dan pelaku. Namun, praktik yang terjadi sejauh ini, keputusan menyangkut proses diversi hanya diputuskan atau bahkan dipaksakan kepada korban dan keluarga.
“Terlebih kalau pelaku berkeinginan membayar sejumlah uang,” katanya.
Asisten Deputi Perlindungan Anak Berhadapan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Hasan mengakui, implementasi penerapan UU Nomor 11 Tahun 2012 masih terkendala. Menurut dia, banyak aparat hukum yang belum diberikan pelatihan mengenai SPPA.
Selain itu, dikatakan Hasan, fasilitas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) untuk ABH belum mencukupi. Dia mencontohkan, tidak menyediakan kegiatan-kegiatan rekreasional.
“Kemenkum HAM perlu juga didorong untuk menyiapkan sarana prasarana agar hak-hak anak di LPKA terpenuhi,” tuturnya.
Exit mobile version