Hari Buku Sedunia, KPAI Budayakan Baca-Tulis Buku Ramah Anak

Setiap tanggal 23 April dirayakan sebagai Hari Buku Sedunia. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengajak masyarakat untuk membudayakan membaca dan menulis buku anak.

Penduduk Indonesia mencapai 270 juta, tetapi budaya membaca masyarakat Indonesia masih terbilang rendah. Berdasarkan studi Most Littered nation In The World, minat baca bangsa Indonesia berada di posisi nyaris terbawah, yakni ke 60 dari 61 negara.

Sementara itu, Ketua KPAI Susanto mengatakan di era industri 4.0 ini anak-anak rentan menjadi korban adiksi dunia digital. Oleh karena itu kondisi ini mesti diperhatikan banyak pihak, terutama penulis buku agar mau menulis buku untuk anak-anak.

“Literasi digital yang sehat kepada anak masih lemah. Kondisi ini perlu menjadi perhatian semua pihak, termasuk para penulis agar concern mengangkat isu-isu terkini sebagai media edukasi publik,” kata Susanto, dalam keterangannya, Selasa (24/4/2018).

Ia mengatakan, minat baca yang lemah dapat memengaruhi budaya menulis masyarakat, terutama terkait isu anak. Seharusnya di era industri 4.0 sudah waktunya seseorang mengubah mindset dari sebelumnya konsumen menjadi produsen, ia mengajak warga menulis buku terkait anak.
“Kondisi budaya baca yang lemah, mempengaruhi budaya menulis masyarakat kita, termasuk menulis isu-isu anak. Padahal di era 4.0 meniscayakan pola artificial intelligence dan dikenal sebagai era disruptive innovation. Era ini harus mengubah mindset dari mental konsumen, ke mental produsen. Upload karya-karya tulisan termasuk e-book harus lebih banyak daripada dowload karya-karya pihak lain,” ujar Susanto.

Ia mengatakan di peringatan Hari Buku Sedunia kemarin dapat dijadikan cerminan untuk membangun budaya membaca dan mendorong masyarakat menulis karya tulis ramah anak. Seiring bertambahnya literasi, Susanto menilai akan berguna bagi peradaban bangsa.

“Oleh karena itu, momentum peringatan Hari Buku Sedunia, 23 April 2018 perlu menjadi spirit baru membudayakan membaca dan menstimulasi masyarakat untuk menulis karya-karya ramah anak. Hal ini penting karena kualitas peradaban bangsa ditentukan seberapa jauh kualitas sumber daya manusia suatu bangsa. Inilah kekayaan hakiki untuk menjadi bangsa yang besar dan ramah anak,” ujarnya.

Exit mobile version