Indonesia Membutuhkan Sosok Saridjah Niung

MEMPERINGATI hari lahir Saridjah Niung ke-109, Google menampilkan gambar sosok perempuan yang tengah menyanyi di depan mikrofon dalam doodlenya. Tiga anak mendengarkannya lewat radio tua dengan penuh senyum. Siapa Saridjah Niung?

Saridjah Niung atau Saridjah Niung Bintang Soedibjo adalah seorang pemusik, pencipta lagu anak-anak, sekaligus seniman Indonesia. Setelah menikah dengan Raden Bintang Soedibjo, ia lebih dikenal dengan nama Ibu Soed atau Ibu Sud. Ratusan lagu anak-anak telah diciptakannya dan terdengar abadi hingga kini. Coba saja dengar lagu “Desaku”, “Burung Kutilang”, “Bendera Merah Putih” dan puluhan lagu-lagu lainnya yang menjadi lagu wajib di sekolah dasar (SD) dan pendidikan anak usia dini (PAUD). Lirik lagu-lagunya simpel, serta irama yang mudah dicerna. Diperkirakan, Ibu Soed telah menciptakan lebih dari 200 lagu, walau hanya separuh yang bisa terselamatkan dan bertahan sampai sekarang.

Ibu Soed lahir di Sukabumi pada 26 Maret 1908. Ia meninggal pada tahun 1993 pada usia 85 tahun. Ia belajar biola dari ayah angkatnya,  Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer, seorang pensiunan Wakil Ketua Hoogerechtshof (Kejaksaan Tinggi) di Jakarta. Ayah asli Ibu Soed adalah Mohamad Niung, seorang pelaut asal Bugis yang menetap lama di Sukabumi kemudian menjadi pengawal J.F. Kramer.

 

Menurut Wikipedia, Ibu Soed dikenal sebagai tokoh musik tiga zaman (Belanda, Jepang, Indonesia). Kariernya di bidang musik bahkan sudah dimulai jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Suaranya pertama kali disiarkan dari radio NIROM Jakarta periode 1927-1928.

Latar belakang kepeduliannya terhadap anak-anak melalui lagu diawali dari kemirisannya melihat anak-anak Indonesia yang kurang gembira saat itu. Ia kemudian mengajar mereka untuk menyanyi dalam bahasa Indonesia pada rentang tahun 1925-1941. Ibu Soed kemudian menciptakan lagu-lagu ceria dan patriotik untuk anak-anak.

Ibu Soed mahir memainkan biola. Ia bahkan ikut mengiringi lagu Indonesia Raya bersama W.R. Supratman saat lagu itu pertama kali dikumandangkan dalam acara Sumpah Pemuda di Gedung Pemuda, 28 Oktober 1928. Pada masa perjuangan, Ibu Soed juga bersahabat dengan Cornel Simanjuntak, Ismail Marzuki, Kusbini, dan tokoh-tokoh nasionalis lain.

 

Seratus tahun lebih setelah kelahiran Ibu Soed, lagu anak Indonesia makin mengkhawatirkan. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan mengaku sangat prihatin dengan lirik lagu anak yang berkonotasi negatif. Beberapa lirik lagu anak bahkan menggunakan bahasa berkonotasi mesum, tidak etis, dan cabul.

“Fatalnya, anak usia sekolah juga tak sedikit yang ikut menyanyikan lagu dan menyaksikan penampilan lagu tersebut. Secara prinsip, lagu-lagu tersebut memiliki dampak negatif bagi anak. Di antaranya, bisa mempengaruhi cara berpikir dan bersikap yang permisif kecabulan,” kata Susanto, seorang komisioner KPAI , beberapa waktu lalu.

Dia juga meminta para insan kreatif seperti pencipta lagu lebih berperan dalam produksi lagi edukatif. “Perlu dedikasi diri dalam mencipta lagu-lagu bermuatan karakter sebagai bentuk kontribusi positif bagi anak dan generasi ke depan,” katanya.

Mungkin era lagu-lagu Sherina pada tahun 2000 adalah salah satu harapan sepeninggal Ibu Soed. Sayangnya, setelah itu hingga saat ini hampir tak ada lagu anak yang populer dan ramah anak. Ajang Cipta Lagu Anak (Acila) Indonesia yang digagas penyanyi sekaligus psikolog Tika Bisono bahkan belum bisa menaikkan pamor lagu anak Indonesia.

Adalah sebuah tantangan berat bagi para pencipta lagu anak masa kini untuk dapat mengembalikan masa keemasan lagu anak Indonesia seperti saat lagu-lagu Ibu Soed dulu. Kami benar-benar rindu Ibu Soed…

Exit mobile version