Ingin Ungkap Kejahatan Seksual di Sekolah, MUI Buat Pos Pengaduan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) segera membuka posko pengaduan bagi anak-anak yang mejadi korban kekerasan seksual. Pos itu dalam rangka upaya MUI mengadvokasi anak-anak yang pernah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual.

Ketua MUI Bidang Perempuan Remaja dan Keluarga, Tutty Alawiyah, menuturkan, pembuatan posko itu dilatarbelakangi dengan beberapa kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak akhir-akhir ini. Salah satunya di Jakarta Internasional School (JIS) dan kasus kekerasan terhadap 75 orang anak di Sukabumi, Jawa Barat.

“Setelah mencermati masalah pelecehan seksual di JIS memang telah memicu berbagai perdebatan tentang melindungi anak Indonesia. Sehingga MUI membuka posko itu,” kata Tutty saat jumpa pers di kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat, Senin, 5 Mei 2014.

Tutty menuturkan, pembuatan posko itu juga karena mengacu pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang telah menerima sekitar 3.000 laporan kasus pelecehan seksual atas anak di bawah umur pada tahun 2013. Angka tersebut meningkat dua kali lipat dari lima tahun sebelumnya.

Dikatakan Tutty, karena itu juga MUI akan mendorong aparat penegak hukum untuk memberikan sangsi hukuman yang lebih berat kepada para pelaku pedofilia supaya memberikan efek jera. Sehingga kasus yang sama tidak terjadi di kemudian hari.

“Masyarakat kita ini sedang sakit, maka dari itulah saat ini MUI menyatakan sikapnya. Yang dihadapi anak-anak kita itu adalah luka jiwa,” katanya.

Tutty menambahkan, pernyataan sikap lainnya terhadap kejadian yang menimpa murid di JIS itu adalah MUI ingin mencari aktor intelektual di balik kejahatan Willam James Vahey, seorang warga Amerika berumur 64 tahun yang digambarkan FBI sebagai predator seks anak-anak dan pernah mengajar di JIS selama 10 tahun.

“Kami juga akan memberikan apresiasi terhadap aparat kepolisian yang telah menahan enam petugas kebersihan. Kami juga mendesak pimpinan JIS yang berjanji menuntaskan kasus tersebut,” kata dia.

Dukung KPAI

Sementara itu, massa gabungan dari berbagai elemen masyarakat mendatangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Senin, 5 Mei 2014. Mereka memberikan ribuan tanda tangan sebagai petisi dukungan agar KPAI dan Kepolisian mengungkap kasus kekerasan seksual pada anak hingga tuntas.

Ketua Perhimpunan Advokad Anak, Muhammad Joni mengatakan, timnya akan melakukan bantuan hukum kepada para korban kejahatan seksual terhadap anak dan membantu KPAI menangani tindakan kejahatan ini.

Joni menilai kasus seksual terhadap anak sudah sampai pada level luar biasa. Kejahatan seksual terhadap anak telah merendahkan dan merebut potensi dan masa depan anak. Karena itu, anak-anak Indonesia yang menjadi korban tindak kejahatan ini harus mendapatkan perlindungan khusus.

“Kita merasa penting untuk mengakumulasi sumber daya lowyer untuk kasus yang semacam ini. Dan tentunya kita bantu KPAI agar tetap tangguh menangani kejahatan seksual terhadap anak,” Ujarnya.

Ditambahkan Joni, lembaga bantuan hukum akan satu suara dengan KPAI dalam menangani kasus-kasus personal maupun yang berkaitan dengan kebijakan, dan hukum yang tidak pro terhadap perlindungan anak.

“Hukum menjadi cara paling elegant agar anak mendapatkan perlindungan dan merasa terlindungi dari kekerasan, kejahatan, eksploitasi, dan diskriminasi,” katanya.

Karena itu, pemerintah diimbau agar lebih sensitive menangani kasus kejahatan seksual terhadap anak dan memberikan tindakan tegas. Kejahatan terhadap anak bukan hanya terhadap fisik namun akan berpengaruh pada masa depan.

“Merusak masa depan anak artinya melanggar hak asasi manusia. Hal ini harus ditegakan secara tegas,” kata dia lagi.

Exit mobile version