Ini Cara KPAI Tangani Anak yang Terkena Radikalisme

JAKARTA –  Pendidikan antiradikalisme kepada generasi muda lebih efektif  diajarkan melalui hal nyata dan mengandung unsur kekinian. Keluarga dan pendidikan dasar adalah landasan serta benteng untuk mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan cinta damai.

“Keluarga adalah benteng perlindungan anak. Dalam keluarga terdapat mengajaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan cinta damai. Karena itu orang tua harus membekali anak soal ini sejak kecil, karena keluarga adalah dasar sekaligus benteng untuk hal-hal negative termasuk radikalisme,” kata ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh, Selasa (6/9).

Selain itu, pendidikan juga penting untuk melawan faham-faham seperti itu. “KPAI akan secara khusus melakukan penanganan anak yang terpapar ideologi terorisme dengan pendekatan preventif dan reedukasi,” katanya.

KPAI menurut Asrorun sangat menaruh perhatian pada penanganan anak-anak di bawah umur yang terpapar radikalisme dan terorisme.

“Penanganan anak yang terpapar ideologi terorisme tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan keamanan semata, karena harus melalui pendekatan pendidikan. Kita menginginkan paparan radikal dan terorisme tidak masuk ke anak-anak dan tidak menjadi bibit-bibit baru untuk terorisme di masa depan,” kata Asrorun.

Sementara itu, penggiat perdamaian dan pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail mengatakan bahwa nilai-nilai tentang perdamaian dan cinta kasih sangat kena di hati anak-anak dan remaja melalui aksi-aksi nyata.

“Nilai-nilai luhur dan pendidikan kebangsaan bagi saya itu tidak ditanamankan lewat upacara atau jargon-jargon tapi dengan melakukan kerja-kerja pelayanan masyarakat misalnya siswa didorong terlibat aktif membersihkan sampah di sekitar lingkungan sekolah, atau keluarga mendorong mereka untuk mewakafkan waktu mereka untuk berbagi dengan anak-anak yang tidak lebih beruntung dari mereka,” katanya.

“Atau membuat narasi alternatif perdamaian di media sosial. Saya tidak suka upacara tapi saya kira saya tidak lantas menjadi radikal bukan? People learn more from concrete experience. Itu intinya,” kata pria yang juga pembuat film documenter Jihad Selfie.

Exit mobile version