Kekerasan Marak, KPAI Dorong Pembentukan Sekolah Ramah Anak

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinan atas terulangnya lagi aksi kekerasan di dunia pendidikan.

Kekerasan yang dilakukan seorang pendidik terhadap siswanya dengan cara dihukum push up dan ditendang, pada salah satu SMP di daerah Banten dinilai di luar batas kewajaran.

Aksi kekerasan guru tersebut kemudian viral di media sosial.

“Sayang sekali kasus yang sempat menghebohkan publik tersebut, berakhir damai dan oknum guru yang bersangkutan kemudian dipecat,” kata Komisioner KPAI bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam pernyataan persnya, Sabtu (18/11).

Menurut Retno, banyak kasus kekerasan di pendidikan semacam ini diselesaikan dengan cara damai. Namun, fakta membuktikan hal tersebut tidak memberikan efek jera pada pelaku dan memiliki potensi terjadi pengulangan dan bahkan berpotensi besar ditiru oleh pelaku lain.

Penyelesaian damai juga menimbulkan sikap apatis bagi korban kekerasan berikutnya, karena pasti didamaikan dan masalah dianggap selesai.

Untuk itu, KPAI mendorong tindakan tegas kepada para pelaku kekerasan di mana pun dan dilakukan siapa pun. Termasuk di sekolah agar ada efek jera dan bisa menjadi salah satu upaya memutus mata rantai kekerasan di pendidikan.

“Menangani kekerasan di pendidikan selama ini seperti memadamkan api, bukan ke akar masalahnya. Oleh karena itu, KPAI mendorong pembentukan sistem di pendidikan melalui program sekolah ramah anak (SRA),” ujar Retno.

Kemajuan teknologi membuat apa yang terjadi di dalam kelas bisa direkam dan kemudian dibuka ke publik. Hal ini seharusnya menjadi catatan bagi banyak pihak, bahwa di era digital seperti sekarang membuka tabir banyaknya kekerasan yang terjadi di sekolah.

Bahwa kasus kekerasan yang dilakukan sesama siswa memang banyak juga terjadi. Namun kekerasan yang dilakukan guru terhadap siswanya juga ternyata kerap terjadi.

“Di sinilah pentingnya pihak-pihak terait seperti Kemdikbud, Kemenag, Kementerian PPPA dan Dinas-dinas Pendidikan di daerah untuk bersinergi mendorong sistem SRA dan penguatan pendidikan karakter. Dimulai dari contoh tauladan orang-orang dewasa di sekolah untuk membudayakan karakter anti kekerasan, karena penelitian membuktikan bahwa 70 persen perilaku anak adalah meniru orang dewasa di sekitarnya,” beber Retno.

Exit mobile version