Bandar Lampung, – Menanggapi lonjakan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terus meningkat secara nasional, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong penguatan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di desa-desa Provinsi Lampung sebagai upaya pencegahan dan penanganan kekerasan yang lebih menyeluruh dan berbasis komunitas.
Hingga Juni 2025, Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat 13.845 laporan kasus kekerasan terhadap anak, dengan kekerasan seksual menjadi bentuk tertinggi kedua. Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 juga menunjukkan bahwa satu dari dua anak usia 13 hingga 17 tahun di Indonesia atau sekitar 11,5 juta anak Indonesia pernah mengalami bentuk kekerasan dalam hidupnya.
Dalam rapat koordinasi bersama pemerintah Provinsi Lampung yang dilaksanakan di kantor pemerintah Provinsi Lampung, pada Jumat (4/07/2025, Dian Sasmita, Anggota KPAI, menyampaikan bahwa kekerasan seksual terhadap anak dapat terjadi di berbagai lingkungan, termasuk keluarga, satuan pendidikan hingga pondok pesantren, dengan pelaku mayoritas adalah orang-orang terdekat.
Transformasi PATBM di desa menjadi Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) penting untuk direplikasi, sehingga desa dapat berperan aktif dalam alokasi anggaran dan pelaksanaan program pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak,” ungkap Dian.
Dian menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah desa dan lembaga layanan kabupaten/kota, karena sistem perlindungan anak tidak bisa berdiri sendiri, dalam konteks sekolah, KPAI mendorong penguatan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta mendorong anak korban kekerasan atau penyalahgunaan psikotropika, tetap mendapatkan akses pendidikan, baik formal maupun alternatif seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).
Namun demikian, KPAI menyoroti lemahnya pemahaman Aparat Penegak Hukum (APH) terhadap implementasi Undang-Undang TPKS, dimana masih banyak kasus kekerasan seksual diselesaikan secara damai tanpa proses hukum yang berpihak pada korban. KPAI mendorong agar negara hadir melalui pendampingan hukum, visum psikiatrikum dan psikologis forensik, serta proses hukum yang adil, cepat dan transparan,” kata Dian.
Marindo Kurniawan, Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif KPAI dalam mendorong regulasi dan penguatan infrastruktur serta sumber daya manusia di daerah untuk menjamin perlindungan terhadap perempuan dan anak.
Hal senada disampaikan oleh Fitrianita Damhuri, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), yang menegaskan komitmen menghadirkan layanan komprehensif dan satu data bagi korban kekerasan. “Dalam satu data memang meski ada peningkatan signifikan jumlah kasus, hal ini membuktikan keberhasilan edukasi kepada masyarakat agar berani melapor, ujar Fitrianita.
Selain itu, KPAI juga menyoroti masalah Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang tidak lagi ditanggung dalam BPJS Kesehatan untuk layanan terapi diatas usia tujuh tahun, serta sulitnya akses ke pendidikan karena terbatasnya jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB).
Sebagai penutup, Dian menyampaikan bahwa KPAI akan mengajukan judicial review terhadap regulasi jaminan kesehatan, dan agar tidak ada diskriminasi usia dalam pemenuhan hak anak. “Situasi ini membutuhkan kolaborasi semua pihak. Perlindungan anak harus dilakukan bersama, dari hulu hingga hilir,” tegas Dian. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727