Kekerasan Seksual Terhadap Anak Bukan Delik Aduan

KEKERASAN seksual terhadap anak bukanlah delik aduan. Oleh karena itu tindakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tidak harus menunggu adanya laporan atau pengaduan dari orang tua atau kerabat anak yang menjadi korban. Kewajiban bertindak sebagai saksi pelapor jika mengetahui adanya tindak kekerasan seksual terhadap anak adalah sebagai pertanggungjawaban moral bagi KPAI untuk lebih pro aktif.

Komisioner ini telah menyiarkan secara terbuka melalui media massa, betapa memprihatinkan karena tindak kekerasan seksual terhadap anak-anak ternyata semakin meningkat. Tentu saja ini suatu pertanda bahwa keterpurukan peradaban sebuah bangsa, tentu dapat diukur dari seberapa besar rasa ketakutan akibat kurangnya kepekaan jaminan perlindungan atas kenyamanan hidup bagi anak-anak. Penerus generasi bangsa itu senantiasa disudutkan berada pada ruang keterancaman yang pada gilirannya adalah satu isyarat terjadinya pergeseran tata nilai yang semakin minus mengarah pada kehidupan sosial yang sangat primitif. Saat itulah manusia menjadi serigala atas manusia (homo homini lupus).

Sebagai antisipasi untuk sebisa mungkin menekan tindak kejahatan kemanusiaan yang sangat menakutkan itu hingga kembali pada tata nilai kodrat manusia, KPAI memulainya dengan cara menghimpun data. Ternyata, sejak Januari hingga Mei 2014 pengaduan mengenai kekerasan seksual anak telah mencapai lebih dari 400 aduan. Bila dibandingkan sebelumnya, angka itu melonjak tajam. Jumlah pengaduan ini memang menurun. Sebab menurut data dari Bidang Data Informasi dan Pengaduan KPAI, sepanjang tahun 2013 terdapat 502 aduan anak berhadapan dengan hukum untuk kasus kekerasan.

Pengaduan itu dilakukan secara langsung sebanyak 187. Pengaduan dengan surat sebanyak 40 melalui telepon sebanyak 34 dan melalui surat elektronik sebanyak 241. Selain dari pengaduan, KPAI juga melakukan pemantauan terhadap pemberitaan media massa mengenai kasus anak berhadapan hukum (ABH) dan kekerasan. Dari hasil pantauan KPAI terdapat 502 berita di media cetak dan 269 berita di media elektronik.

Dengan demikian tak terpungkirkan lagi benarlah adanya bahwa kejahatan kekerasan seksual terhadap anak sudah berada pada titik nadir hingga saatnya meledak. Tidak ada kata terlambat ketika masyarakat semakin sadar berani melaporkan kasus kekerasan pada anak walau pun baru setelah mencuatnya pelecehan seksual anak yang terjadi di Jakarta International School (JIS).

Setelah kasus JIS terbongkar justeru ada efek positif bagi pihak lain mulai berani untuk melaporkan tindakan kekerasan yang menimpa anaknya. Sebagaimana diketahui bahwa kasus kekerasan itu bukan hanya kasus kekerasan yang bersifat regular tetapi lebih kejam lagi karena kekerasan seksual yang terjadi menimbulkan dampak efek sosial.

Saat ini laporan kekerasan regular yang semakin meningkat termasuk laporan kekerasan seksual mulai digerakkan sesame masyarakat. Jauh-jauh sebelumnya, memang masyarakat itu cenderung enggan melaporkan kasus kekerasan seksual lantaran terdapat beban sosial. Para orang tua korban malu jika anaknya jadi pergunjingan sosial sehingga secara psikologis sangat tertekan.

Tapi setelah ada laporan dari orang tua anak yang menjadi korban di JIS itu membuat masyarakat semakin sadar untuk tidak ragu-ragu melaporkan tindakan serupa. Kasus JIS memang seperti momentum untuk mengungkap kasus-kasus serupa di Indonesia. Sebenarnya, kasus kekerasan seksual terhadap anak atau oleh anak, sejak dulu sudah banyak terjadi tetapi tidak banyak terungkap.

Baru setelah kasus JIS terus memanas di media massa, segera pula menyusul laporan laporan kasus kekerasan selanjutnya seperti kasus pelecehan murid di kelompok bermain di Sunter Jakarta Utara dan juga kasus Emon di Sukabumi. Semangat untuk melaporkan belakangan ini memang cenderung jadi luar biasa. Sayangnya memang belum bisa mendata secara lebih teliti tentang kasus kekerasan di berbagai tempat seperti di tingkat kabupaten di seluruh Indonesia.

Ada baiknya saatnya dimulai dengan melakukan monitoring real time, sehingga setiap detik bisa dipantau kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak. Sepertinya banyak alasan-alasan keluarga atau korban tidak melapor ke instansi-instansi yang terkait dengan cara monitoring real time kendali psikologi enggan melaporkan itu dapat teratasi dimana kemungkinan KPAI bisa lebih produktip sebagai saksi pelapor.

Jadi tidak perlu harus menunggu pihak korban yang harus melapor. Sebab kekerasan seksual terhadap anak bukanlah delik aduan. KPAI berkewajiban bertindak sebagai saksi pelapor atas korban tanpa harus menunggu adanya laporan keluarga atau orang tua anak yang menjadi korban.

Exit mobile version