Kemiskinan Jadi Salah Satu Sebab Anak Jadi Korban Pedofil

Dalam beberapa pekan, polisi menguak dua kasus pedofilia yang melibat jaringan internasional. Pertama prostitusi anak di Blok M, Jakarta Selatan, kemudian video porno anak di Bandung, Jawa Barat.
 
Kasus video porno anak di Bandung cenderung lebih mendapat perhatian publik. Pasalnya, selain publik gempar dengan video porno anak yang beredar, polisi juga menemukan keterlibatan orang tua yang memaksa anaknya agar mau berhubungan selayaknya pasangan suami istri dan direkam.
Untuk merelakan anaknya direkam sedang berhubungan intim, sang orang tua menerima uang sebesar Rp 150.000. Pembuat film juga memberi uang kepada anak laki-laki dalam video sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu, sedangkan perempuan diberi uang Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta.
 
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra membenarkan faktor ekonomi sebagai pemicu utama anak menjadi korban pedofilia sehingga perlu peran pemerintah untuk mencegah kejadian serupa terjadi kembali. “Pemerintah diharapkan ke depan untuk selalu memperhatikan keluarga rentan secara ekonomi, termasuk perhatian soal kesejahteraan mereka agar tidak menjadi alasan utama untuk melakukan eksploitasi anak,” kata Jasri kepada kumparan (kumparan.com), Senin (8/1).
 
Menurutnya, perlu ada inovasi kebijakan untuk mencegah peristiwa ini terulang kembali. Semisal, anak-anak diperbolehkan melaporkan langsung kejadian yang dianggap membahayakan mereka.
“Bagaimana anak bisa dilibatkan sebagai pelopor dan pelapor terhadap hal-hal yang bisa membahayakan mereka secara cepat dan terdetect lebih awal,” sebut Jasri.
 
Meski dalam keadaan ekonomi yang rendah, Jasri mengatakan, tindakan orang tua menyuruh anaknya menjadi aktor dalam video porno pedofilia tidak bisa dibenarkan. “Sesulit apapun ekonomi keluarga, perbuatan tersebut tentu tidak bisa ditolerir karena bisa merusak masa depan anaknya,” katanya.
Saat ini, Polda Jawa Barat sudah menangkap enam orang terkait kasus video porno anak di Bandung. Mereka adalah Faisal Akbar yang berperan sebagai sutradara yang merangkap sebagai penjual video. Sisanya adalah SM, I, HER, IM, dan SUS. Mereka merupakan perantara sekaligus pemeran wanita dalam video tersebut.
Berdasarkan pengakuan pelaku, mereka telah memproduksi 2 video dan satu foto yang menampilkan adegan ranjang. Video tersebut direkam di dua hotel di kawasan Kota Bandung pada bulan Mei hingga Agustus 2017. Diduga, video tersebut merupakan pesanan dari warga negara asing Kanada dan Rusia.
Video tersebut sempat bocor ke media sosial. Sehingga, pada awal tahun 2018, perbincangan mengenai video tersebut sempat viral.
 
Keenam tersangka tersebut diancam dengan 3 pasal sekaligus. Mereka dijerat Undang-undang Perlindungan Anak, Pornografi, dan Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sedangkan ketiga anak yang menjadi korban saat ini masih menjalani konseling di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Jawa Barat. Ketua P2TP2A Jawa Barat Netty Heryawan mengatakan, pihaknya akan membantu ketiga korban tersebut agar kembali bersekolah. Dari ketiga korban yang masih berusia SD, dua diantaranya telah putus sekolah.
“Terakhir yang akan dilakukan, mengembalikan anak tersebut ke bangku sekolah. Karena bagaimanapun satu di antara ketiganya masih bersekolah, dua putus sekolah,” kata istri Gubernur Ahmad Heryawan tersebut di Polda Jabar.

 

Exit mobile version