KEPALA KSP MENDORONG PEMERINTAH DAERAH MEMBENTUK KPAD

DOK : HUMAS KPAI

Jakarta (24/05) – KPAI melakukan audiensi dengan KSP. Agenda audiensi ini adalah dalam rangka upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan perlindungan anak di Indonesia.

Hadir dalam audiensi tersebut adalah Ketua KPAI, Susanto, Wakil Ketua, Rita Pranawati dan Anggota KPAI, Putu Eliva beserta Kepala Sekretariat, Elita Gafar. Audiensi tersebut diterima oleh Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko didampingi oleh Deputi II Bidang Pembangunan Manusia beserta jajarannya.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua KPAI, Susanto menyampaikan tentang keberadaan KPAD. Keberadaan lembaga pengawasan perlindungan anak di daerah merupakan kebutuhan mendesak apalagi hal tersebut merupakan mandat undang-undang meskipun bersifat opsional bagi pemerintah daerah.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dimana pada Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal 76 diatur mengenai pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kemudian pada Pasal 74 ayat (2) menyatakan bahwa: “Dalam hal diperlukan, Pemerintah Daerah dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Daerah atau lembaga lainnya yang sejenis untuk mendukung pengawasan penyelenggaraan Perlindungan Anak di daerah”.Berdasarkan pasal tersebut, mandat KPAD di tingkat Provinsi dan Kab/Kota adalah meningkatkan efektivitas pengawasan penyelenggaraan pemenuhan hak anak yang dilakukan oleh para pemangku kewajiban perlindungan anak.

Saat ini jumlah KPAD di seluruh Indonesia adalah 3 KPAD tingkat Provinsi, 8 KPAD tingkat Kota, 24  KPAD tingkat Kabupaten. Tentu ini angka yang kecil dibandingkan dengan jumlah anak di Indonesia saat ini. Dalam pembentukan KPAD kami menghadapi tantangan dan hambatan antara lain belum semua pejabat di daerah memahami urgensi dan fungsi KPAD secara baik, adanya surat jawaban dari Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian dalam Negeri Nomor 460/7121/Bangda dengan hal Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) di daerah kepada KPAI yang berdampak pada pelemahan dan pembekuan KPAD di daerah serta sebagian daerah memandang bahwa terbentuknya UPTD telah menggantikan KPAD, padahal secara fungsi berbeda. Tentu melihat situasi ini, KPAI berharap agar KSP dapat mendorong Kementerian Dalam Negeri terutama agar merevisi surat yang berdampak pada pelemahan keberadaan KPAD serta mendorong Pemerintah Daerah dapat menginisiasi dan menguatkan kelembagaan KPAD.

Sementara itu, Wakil Ketua KPAI, menyampaikan bahwa isu perkawinan anak saat ini menjadi isu yang harus mendapat perhatian Negara. Angka perkawinan anak pada masa pandemi ini meningkat. Paska perubahan Undang-Undang Perkawinan, KPAI melakukan pengawasan implementasi PERMA dispensasi kawin dan UU Perkawinan di Pengadilan Agama dan  Pengadilan Negeri, lembaga terkait serta melakukan analisis putusan dispensasi kawin. Tingginya permohonan dispensasi kawin sebagai konsekuensi kenaikan usia kawin harus menjadi bagian pemastian pemenuhan hak anak. KPAI mendorong agar pelatihan kepada Hakim terutama ditingkatkan agar angka hakim yang berperspektif anak semakin banyak. Selain isu perkawinan anak, juga disampaikan mengenai isu kesehatan dimana cakupan imunisasi pada anak baik pada program imunisasi nasional maupun yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan swasta pada umumnya menurun. Kondisi ini amat mengkhawatirkan mengingat penurunan cakupan imunisasi pada beberapa penyakit tertentu dapat menimbulkan Outbreak atau kejadian luar biasa.

Isu Pekerja anak juga tak kalah penting menjadi perhatian KPAI. Pandemi berdampak pada kemiskinan dan bertambahnya anak yang menjadi pekerja dalam ketegori Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA) yaitu anak yang dilacurkan, anak sebagai pemulung, anak yang bekerja dalam sektor pertanian, pekerja rumah tangga anak, dan anak yang bekerja di jalanan. Semua pihak harus bergandengan tangan karena dampak keterlibatan anak dalam BPTA dapat merusak dan menghambat tumbuh kembang anak, serta anak rentan menjadi korban perdagangan manusia.  

Pada masa pandemi COVID-19, kelekatan anak dengan media digital sangat tinggi, tentu dampak negatif dalam penggunaan digital ini meningkat. Data menyebutkan 60 % anak menjadi korban eksploitasi seksual menggunakan jejaring media social yaitu menggunakan aplikasi Michat 41%. Untuk itu, KPAI sangat berharap agar KSP mendorong Kemendikbud untuk mengeluarkan wajib literasi digital kepada peserta didik.Mengingat faktor derasnya arus informasi yang beredar dan  perkembangan teknologi yang pesat.

Kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan serius. Negara harus memastikan perlindungan terhadap anak yang menjadi korban kejahatan seksual mendapatkan hak-haknya. Negara harus memastikan upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dan pemastian penegakan hukum bagi pelaku. Di era pandemi, kekerasan seksual terhadap anak meningkat. Belum optimalnya upaya pencegahan kejahatan terhadap anak menjadi salah satu pendorong kerentanan anak menjadi korban kejahatan seksual. Atas terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak, KPAI mengingatkan bahwa hukuman berupa tindakan dalam UU Nomor 17 Tahun 2016 tidak berlaku untuk pelaku anak. Harapannya KSP dapat mendorong Polri konsisten dalam penegakan hukum, ungkap Anggota KPAI, Putu Elvina.

Sementara itu, Kepala Sekretariat KPAI, Elita Gafar, menyampaikan perihal keberadaan sekretariat KPAI. Menurut Perpres No. 61 Tahun 2016 Tentang KPAI, Sekretariat KPAI bertugas memberikan dukungan teknis dan administratif kepada KPAI dan secara fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Sementara,  daerah beranggapan,  berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan PP No. 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah tidak menyebutkan secara spesifik Sekretariat KPAD, sehingga Sekretariat KPAD tidak di akomodir di daerah, bila pimpinan daerah menghendaki, ada peluang sesuai PP No. 18 tahun 2016 pasal 13 terkait Dinas Daerah Provinsi huruf e ayat (4) menyebutkan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur terkait dengan tugas dan fungsinya. Memperhatikan pasal ini, Sektetariat KPAD dapat merupakan tugas tambahan dinas terkait, sebagaimana Sekretariat KPAI merupakan staf Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Menyikapi berbagai macam persoalan anak ini yang disampaikan oleh KPAI, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyampaikan 3 poin penting yang akan KSP sikapi. Yang pertama urgensi pembentukan KPAD dirasa sangat penting mengingat masalah perlindungan anak menjadi persoalan kita bersama. Kedaruratan perlindungan anak ini perlu disikapi, KSP akan membuat memo kepada Kemendagri agar surat Nomor 460/7121/Bangda tersebut di revisi dengan muatan antara lain pentingnya pembentukan KPAD di seluruh Provinsi. Yang kedua, KSP akan menyampaikan kepada Presiden RI terkait Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual Terhadap Anak, agar Inpres tersebut dilakukan penyesuaian sesuai dengan kebutuhan dan tantangan saat ini. 

Melihat situasi pandemi saat ini dimana penggunaan gawai meningkat yang berdampak pada anak mulai dari meningkatnya angka kekerasan anak, perkawinan anak, dan juga anak yang dipekerjakan, tentu hal ini menjadi konsen KSP untuk mengkoordinasikan kepada Kementerian terkait agar menguatkan literasi digital pada anak usia dini. Kita tidak boleh menyerah, karena ini persoalan anak, mereka adalah masa depan generasi yang tentunya harus berkarakter. Mari kita bersama-sama pikirkan dengan sungguh-sungguh legislasi yang diupayakan dalam hal perlindungan anak ini, tegas Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, sekaligus menutup agenda audiensi ini. 

 

Media Kontak

Humas KPAI

Email : humas@kpai.go.id

Telepon : 081380890405

Exit mobile version