Ketua KPAI Desak Hentikan Pelibatan Anak dalam Kegiatan Politik

JAKARTA – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam Sholeh mendesak penghentian anak yang dilibatkan dalam kegiatan politik. Pasalnya, tindakan tersebut termasuk dalam kategori penyalahgunaan kegiatan berpolitik.

“Kampanye pilkada serentak telah dimulai. KPAI mengingatkan agar tidak menyalahgunakan anak untuk kegiatan politik,” kata Niam di Jakarta, Kamis (3/11/2016).

Ia meminta para kontestan dan penyelenggara pilkada untuk menjamin pemenuhan hak anak sekaligus melindungi anak dari penyalahgunaan kegiatan politik.

Anak, kata dia, memiliki hak untuk memperoleh pendidikan politik yang bermartabat, karena salah satu prinsip dasar perlindungan anak adalah mendengar dan menghargai pendapat anak. Meski demikian, kegiatan penyalahgunaan anak untuk politik merupakan hal yang keliru.

Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak, kata dia, mengatur setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik. Dengan demikian, calon kepala daerah dan parpol serta tim kampanye harus memahami larangan penyalahgunaan anak.

“Saatnya kampanye dan aktifitas politik partai jadi ajang pendidikan politik yang baik bagi masyarakat, termasuk bagi anak-anak Indonesia. Berikan teladan yang baik dengan adu program yang menegaskan pemihakan terhadap kepentingan terbaik bagi anak serta tidak mengeluarkan umpatan-umpatan dan menunjukkan permusuhan yang jauh dari keteladanan bagi anak,” kata dia.

Niam mengungkapkan, setidaknya terdapat 15 bentuk penyalahgunaan anak dalam pemilihan umum yang terlarang. Di antaranya memanipulasi data anak yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah agar bisa terdaftar sebagai pemilih, menggunakan tempat bermain anak, tempat penitipan anak atau tempat pendidikan anak untuk kegiatan kampanye terbuka.

Selain itu, pelanggaran juga termasuk memobilisasi massa anak oleh partai politik atau calon untuk kegiatan politik, menggunakan anak sebagai penganjur atau juru kampanye untuk memilih calon tertentu dan menampilkan, mengajak, mempergunakan anak dalam kegiatan politik sebagai bintang dari suatu iklan atau untuk membangkitkan sentimen untuk memilih.

Pelanggaran lainnya, kata dia, dapat terjadi juga seperti menampilkan anak di atas panggung kampanye dalam bentuk hiburan, menggunakan anak untuk memasang atribut dan peraga kampanye dan menggunakan anak untuk melakukan pembayaran kepada pemilih dewasa dalam praktik politik uang oleh calon atau tim sukses.

Kemudian, kata Niam, mempersenjatai anak atau memberikan benda tertentu yang membahayakan dirinya atau orang lain, memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara atau perhitungan suara.

“Selanjutnya, membawa anak ke arena kampanye terbuka yang membahayakan anak, melakukan tindakan kekerasan atau yang dapat diartikan sebagai tindak kekerasan dalam kampanye, pemungutan suara atau perhitungan suara seperti kepala anak digunduli, tubuh disemprot atau dicat,” ulasnya.

Pelanggaran berikutnya yakni melakukan pengucilan, penghinaan, intimidasi atau tindakan-tindakan diskriminatif kepada anak yang orangtua atau keluarganya berbeda atau diduga berbeda pilihan politiknya, memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci caleg atau parpol tertentu serta melibatkan anak dalam sengketa hasil perhitungan suara.

Exit mobile version