Ketua KPAI Minta Mendikbud Dicabut Full Day School

JAKARTA – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Asrorun Niam, mendukung revolusi mental dengan pendidikan karakter di satuan pendidikan. Namun ia tak sepakat dengan kebijakan full day school yang digagas Mendikbud Muhadjir Effendy.

“Kebijakan lima hari per delapan jam belajar di sekolah tidak sejalan dengan kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural dan multikultural. Kebijakan full day school hanya melihat satu sisi lapisan masyarakat dan menegasikan realitas masyarakat yang lain. Kondisi masyarakat urban memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Situasi peserta didik beragam. Demikian juga situasi orang tua juga tidak seragam. Menyeragamkan kebijakan atas kondisi masyarakat yang beragam bisa berbahaya dan mengancam kebhinekaan”, kata dosen pascasarjana UIN Jakarta ini dalam siaran pers, Rabu (14/6).

Terkait dengan model pengaturan jam sekolah, Niam menilai aturan selama ini sudah cukup memadai. Sudah ada ruang kebebasan penyelenggara pendidikan untuk memilih sesuai dengan kondisi dan tantangan masyarakat.

“Sebelum adanya Permendikbud, kondisi sudah ideal. Ada sekolah yang membuka model full day school untuk memberikan layanan anak dan juga orang tua yang memang cocok dengan model full day. Ada yang halfday, bagi anak yang cocok sesuai dengan kondisi subyektifnya. Aturan baru ini tidak memberi dampak apa-apa kecuali kegaduhan dan merusak keberagaman”, ujarnya.

Menurut Niam, masing-masing siswa memiliki kondisi yang berbeda-beda. Siswa yang satu dengan yang lainnya tidak bisa disamaratakan. Bagi sebagian anak, menurut Niam, menghabiskan waktu dengan durasi panjang di sekolah justru dapat mengganggu tumbuh kembang anak.

“Dalam kondisi tertentu, anak tidak usah lama-lama di sekolah, agar cepat berinteraksi dengan orang tua guna menjalin kelekatan fisik dan emosional serta keteladanan dan rasa aman, terlebih anak usia kelas 1 sampai 3 SD,” tambah dia.

KPAI yang memiliki mandat pengawasan penyelenggaran perlindungan anak menilai, kebijakan full day school potensial melanggar hak dasar anak. KPAI melihat, yang perlu dikembangkan adalah menjaga keterpaduan antara lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan masyarakat agar berjalan sinergis dalam mendukung terwujudnya tujuan pendidikan.

“Anak-anak butuh interaksi dengan teman sebaya di sekolah, teman di lingkungan tempat tinggal, dan dengan keluarga di rumah. Dengan kebijakan full day school, pasti intensitas pertemuan anak dan orang tua juga pasti akan berkurang, dan ini bisa mengganggu pemenuhan hak dasar anak,” ujarnya.

“Karenanya, KPAI meminta Mendikbud untuk mencabut Permendikbud nomor 23 Tahun 2017 dan mengevaluasi kebijakan pendidikan yang tidak ramah bagi anak,” imbuhnya.

Sekolah Ramah Anak

Data KPAI menunjukkan, dalam lima tahun terakhir, kasus kekerasan dan bullying yang terjadi di lingkungan sekolah masih cukup tinggi, menduduki peringkat ketiga dari kasus yang masuk ke KPAI. Dan ini tidak bisa dijawab hanya dengan “mengandangkan” anak di sekolah.

Niam menilai, kompleksitas permasalahan pendidikan, yang salah satunya soal tindak kekerasan, bukan dipicu oleh kurangnya jam di sekolah, tetapi masalah tatakelola dan komitmen terhadap lingkungan yang ramah bagi anak.

Hal yang mendesak untuk dilakukan adalah perbaikan sistem pendidikan dengan spirit menjadikan lingkungan sekolah yang ramah bagi anak. “Mewujudkan sekolah yang ramah anak jauh lebih mendasar dari memanjangkan jam sekolah. Memanjangkan waktu sekolah, tanpa disertai pewujudan lingkungan yang ramah anak justru akan memperbesar potensi terjadinya kekerasan terhadap anak”, pungkasnya.

Exit mobile version