Kolaborasi Jadi Kunci: KPAI Bangun Gerakan Bersama Cegah Kekerasan Anak di Kabupaten Tegal

Foto: Humas KPAI, 2025

Tegal, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong penguatan kolaborasi lintas sektor dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di Kabupaten Tegal. Seruan ini disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) pada, Rabu (29/10/2025) bertema “Upaya Pencegahan, Penanganan, dan Pemulihan Anak Korban Kekerasan” yang digelar di Pesantren Ahmad Dahlan, Kabupaten Tegal dengan melibatkan unsur pesantren, kepolisian, kejaksaan, organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, UPTD PPA, dan organisasi keagamaan.

Foto: Humas KPAI, 2025

Anggota KPAI, Diyah Puspitarini menegaskan bahwa setiap anak korban kekerasan, termasuk anak dengan disabilitas, memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendampingan psikologis dan layanan kesehatan. Ia menekankan, penanganan kasus anak tidak bisa dilakukan oleh satu lembaga saja, melainkan membutuhkan kerja sama seluruh pihak.

“Tanggung jawab penanganan kasus anak tidak bisa dilakukan satu lembaga saja. Kita butuh kolaborasi semua pihak termasuk pesantren, pemerintah daerah, kepolisian, dan masyarakat. Tidak ada lembaga pendidikan yang benar-benar bebas kasus, tapi yang penting adalah seberapa jauh lembaga tersebut menyelesaikan kasusnya,” ujar Diyah.

Ia juga menyoroti pentingnya efek jera bagi pelaku kekerasan seksual dan penegakan hukum yang adil.

“Jika anak korban pencabulan dinikahkan dengan pelaku, itu sama saja menikahkan anak dengan monster. Karena itu, setiap kasus kekerasan seksual harus ditangani secara profesional dengan melibatkan UPTD PPA dan Dinas Sosial,” lanjutnya.

Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Tegal, Agung menambahkan bahwa perlindungan anak merupakan tanggung jawab moral dan keagamaan.

“Setiap bentuk kekerasan dan penelantaran anak adalah dosa besar. Melalui lembaga pendidikan, kita berkolaborasi untuk menciptakan lingkungan yang ramah anak. Anak-anak adalah amanah yang harus dijaga akhlaknya, kesehatannya, dan kecerdasannya,” ujar Agung.

Ia juga mengingatkan bahwa tantangan digitalisasi memerlukan sinergi antar lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat agar tumbuh kembang anak tetap optimal di tengah arus perubahan zaman.

Sementara itu, dari unsur penegak hukum, Kanit Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tegal Adi Guntoro menyoroti perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam menangani anak korban kekerasan, khususnya anak dengan disabilitas. 

“Kami di Polres Tegal pernah menghadapi laporan anak dengan disabilitas, namun terkendala karena tidak ada penerjemah bahasa isyarat. Ini menjadi pembelajaran penting bagi kami agar ke depan setiap kepolisian memiliki penerjemah khusus dalam menangani kasus anak disabilitas,” ungkapnya

FGD ini juga menyoroti fenomena kekerasan di kalangan remaja, seperti bullying, kekerasan seksual, hingga keterlibatan anak dalam geng motor. Para peserta menegaskan pentingnya pendekatan berkeadilan dalam penanganan kasus anak, bukan sekedar mediasi tanpa pelibatan lembaga berwenang.

Melalui kegiatan ini, KPAI berharap Kabupaten Tegal dapat memperkuat koordinasi lintas sektor dalam pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak, serta membangun sistem pengasuhan dan pendidikan di pesantren yang aman, inklusif, serta berkeadilan bagi setiap anak, pungkas Dyah. (Ed:Kn)

Exit mobile version