Komnas HAM : Peringati Hari Anti Penyiksaan Internasional Wajib Diketahui

Diskusi publik dalam menyambut peringatan hari anti penyiksaan internasional yang diselenggarakan oleh 5 lembaga dengan narasumber Sandrayati Moniaga (Komnas HAM), Yuniyanti Chozaifaha (Komnas Perempuan), Ninik Rahayu (Ombudsman RI), Susilaningtyas (KPAI), dan Rita Pranawati (LPSK). Bertempat di ruangan media center Komnas HAM, Selasa (25/6/2019).

Pada tanggal 26 Juni di seluruh dunia, komunitas internasional memperingati hari anti penyiksaan sebagai sebuah momen yang berawal dari langkah penting perserikatan bangsa-bangsa untuk mulai memberlakukan konvensi anti penyiksaan pada 26 Juni 1987.

Pada momen tersebut menjadi pengingat bagi masyarakat dunia bahwa penyiksaan merupakan tindakan tidak manusiawi atau merendahkan martabat adalah perbuatan ilegal secara universal. Menyambut momen tersebut Komnas HAM bersama Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman Republik Indonesia, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengadakan kegiatan dialog publik untuk merefleksikan pentingnya pencegahan penyiksaan.

Peringatan Hari Anti Penyiksaan juga sekaligus mengingatkan bahwa Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia (CAT) melalui undang-undang nomor 5 tahun 1998.

“Hasil pemantauan pada periode 2011-2018 yang dilakukan oleh masing-masing atau 5 lembaga yaitu Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, ORI, dan LPSK menemukan masih adanya bentuk penyiksaan dan perlakuan kejam lainnya serta merendahkan martabat yang terjadi di tempat-tempat penahanan di Indonesia”.

Beberapa diantaranya misalnya, adanya kelebihan kapasitas (Over Capacity), minimnya pelayanan kesehatan dalam Lapas, terbatasnya alokasi anggaran bagi warga binaan, tidak berimbangnya jumlah petugas dengan warga binaan, terpidana hukuman mati yang menjalani hukuman lebih dari 10 tahun.

“Perlindungan hak asasi manusia merupakan aspek yang penting dan layak. Salah satu bentuk kerangka pencegahan yang efektif dalam pencegahan penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam tidak manusiawi adalah ratifikasi Optional Protocol CAT (OpCAT)”.

OPCAT bersipat complimentary yang akan membantu komitmen negara terhadap CAT. OpCAT bertujuan mencegah penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang lainnya, Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi perlindungan hak asasi manusia perlu meratifikasi OpCAT karena beberapa hal, diantaranya. Memberikan nilai lebih pada Indonesia dimata dunia internasional sebagai negara yang memiliki komitmen dalam bentuk perlindungan hak asasi manusia, adanya legitimasi moral bagi perlindungan WNI dimanapun, komitmen OpCAT yang pernah muncul di laporan UPR dan Ranham, sudah ada kerjasama lima lembaga negara dalam pencegahan penyiksaan di tempat-tempat tercerabutnya kebebasan.

Exit mobile version