Anak adalah amanah Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga dan diperlakukan sebaik-baiknya. Selain itu, ia adalah generasi penerus keluarga, bangsa dan peradaban suatu negara. Namun, sampai saat ini hak anak masih terabaikan dan dipinggirkan.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati MA menyampaikan hal itu dalam Seminar Nasional bertema ‘Implementasi Hak Anak dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)’ di Gedung Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Yogyakarta, Senin (11/12/2014).
Seminar digagas Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Fakultas Ilmu Sosial (Prodi PKnH FIS) UNY ini didukung SKH Kedaulatan Rakyat. Pembicara lain ada Dosen FIS UNY Sri Hartini MHum dan Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Perberdayaan dan Perlindungan Anak Usman Basuni.
Rita Pranawati mengatakan, salah satu contoh konkret adalah tentang hak mendapatkan akte kelahiran. Sampai saat ini kurang lebih 40 juta anak Indonesia tidak memiliki akte kelahiran. Padahal akte kelahiran adalah hak sipil yang paling dasar.
“Asas pemenuhan hak sipil ini adalah stelsel aktif pemerintah. Selain itu, seharusnya akte kelahiran juga gratis didapatkan masyarakat, namun dalam praktiknya untuk mengurusnya seseorang mengeluarkan biaya tidak sedikit agar mendapatkan akte kelahiran bagi anaknya,” kata Rita Pranawati.
Selain itu, hak pengasuhan juga sering dilanggar, yang semestinya pengasuhan utama dalam keluarga. Jika perceraian terjadi anak seringkali menderita akibat rebutan kuasa asuh. Bahkan, ada kekosongan hukum terkait pengasuhan sementara hingga ketetapan kuasa asuh.
Lebih mengerikan lagi, kata Rita Pranawati anak juga rentan penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif. Minimnya fasilitas rehabilitasi bagi anak korban narkoba, minimnya prespektif perlindungan anak tindak pidana narkoba, serta angka kematian bayi, serta gizi buruk juga mengancam anak.