KPAI: Ada Radikalisasi Pelaku Terorisme Anak di Tahanan

JAKARTA – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh menemukan ada radikalisasi terhadap pelaku terorisme anak di dalam rumah tahanan (rutan). Kejadian itu ditemukan saat ia mengunjungi Lembaga Permasyaratan (Lapas) Salemba, Jakarta Pusat.

Akibatnya, kata Asrorun, terjadi interaksi dan doktrinasi terhadap anak dari narapidana terorisme dewasa. Padahal, undang-undang mengatur anak pelaku terorisme dikualifikasi sebagai korban yang harus mendapat perlindungan khusus.

“Penanganannya harus mengedepankan pendekatan pemulihan,” kata Asrorun dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 28 September 2016.

Asrorun menilai ada pekerjaan rumah yang besar bagi semua pihak dalam penanganan kasus terorisme di Indonesia. Di satu sisi, pemerintah harus memberi hukuman terhadap pelaku demi melahirkan efek jera, namun di sisi lain pemerintah juga harus memutus mata rantai terorisme anak dengan pendekatan rehabilitatif dan restoratif.

Menurut Asrorun, harus ada pendeketan khusus terhadap anak yang terpapar ajaran terorisme, yaitu pendekatan pemulihan atau restoratif bukan pendekatan penghukuman dan pemenjaraan atau punitif sebagaimana orang dewasa yang dijerat kasus terorisme. “Ini harus menjadi konsentrasi kita bersama,” kata Asrorun.

Untuk menangani masalah tersebut, Asrorun mengatakan KPAI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjalin komunikasi untuk merumuskan mekanisme dan model pencegahan dan penanggulangan anak-anak yang terpapar terorisme. Komunikasi ini menyusul kasus IAH (terdakwa terorisme anak di Medan) yang sekarang sedang proses peradilan.

Asrorun mengatakan kejadian itu seharusnya dijadikan momentum untuk penerapan pendekatan keadilan restoratif sebagaimana diatur UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Untuk itu, kata dia, jaksa dan hakim harus berpedoman dan mengedepankan prinsip-prinsip restoratif justice seperti tertuang dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dalam pertimbangan dan putusannya.

“Apalagi, anak sudah mengaku salah, menyesali perbuatannya, meminta maaf, dan meminta untuk dibina. Ini adalah momentum besar untuk menyelamatkan anak dari doktrinasi yang lebih mendalam,” kata dia.

Exit mobile version