KPAI: Ahok Langgar Kode Etik, Desak Mendagri dan Men PAN-RB Turun Tanga

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak agar menteri dalam negeri (Mendagri) memberi sanksi kepada Gubernur Basuki T. Purnama (Ahok). Lembaga itu menilai, dialog Ahok di salah satu stasiun televisi swasta terkait dengan konflik RAPBD 2015 telah melanggar kode etik sebagai pejabat publik.

Melalui siaran pers tertulis yang dilayangkan KPAI ke Jawa Pos, Ketua KPAI Asrorun Ni’am menjelaskan, pelanggaran etik yang dimaksud adalah kata-kata Ahok yang kotor dan kasar. Menurut Asrorun, ucapan demikian sangat tidak layak dilontarkan pejabat publik yang notabene merupakan teladan bagi masyarakat, termasuk anak-anak. ’’Gubernur telah memberikan teladan sangat buruk bagi anak-anak,’’ kata Asrorun.

Sebab, dialog itu ditayangkan secara langsung pada jam utama. Artinya, tayangan tersebut bebas disaksikan semua kalangan usia, tidak terkecuali anak-anak. Sebagai lembaga perlindungan anak, tambah Asrorun, KPAI merasa perlu bersikap.

Karena itu, secara kelembagaan, Asrorun mendesak agar Mendagri selaku pemerintah pusat yang merupakan pimpinan langsung gubernur bisa menegakkan kode etik pimpinan daerah. Selain itu, dia meminta Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN-RB) memeriksa Ahok atas pelanggarannya tersebut.

Pemeriksaan itu, sambung Asrorun, semata-mata dilakukan untuk menjamin tegaknya good governance dan clean government. Dia berharap akan ada efek jera, bukan hanya bagi Ahok, tetapi juga para pimpinan daerah yang berniat melakukan hal serupa. ’’Kami juga mendesak Pak Ahok meminta maaf secara terbuka kepada publik, khususnya kepada anak-anak,’’ terang Asrorun.

Sejatinya, tambah dia, bukan hanya pemerintah pusat yang semestinya melakukan kontrol terhadap kerja dan perilaku gubernur. Namun, DPRD sebagai lembaga legislatif pun memiliki fungsi sama.
Dalam konteks masalah kisruh RAPBD 2015 yang berujung pada penggunaan hak angket dewan, Asrorun juga mengingatkan para elite politik di DPRD Kebon Sirih untuk saling menahan diri. Terutama tidak mempertontonkan perilaku politik murahan, merendahkan harkat kemanusiaan, dan memberikan teladan buruk bagi anak-anak. ’’Anak Indonesia butuh teladan baik dari para pemimpin publik. Itulah awal revolusi mental,’’ tuturnya

Exit mobile version