KPAI Angkat Bicara Soal Teror Bom Bunuh Diri yang Libatkan Anak-anak

Komisi perlindungan anak Indoneska (KPAI) angkat bicara dan mengacam keras tidakan teror bom bunuh diri yang melibatakan ana-anak. Teror bom beruntun di Surabaya Jawa Timur dua hari belakangan ini melibatakan sedikitnya lima orang anak di bawah umur.

Pada Minggu (13/5) pemboman tiga geraja di Surabaya melibatkan dua orang anak dibawah umur keduanya tewas di lokasi. Malam harinya, terjadi ledakan di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo, Jawa Timur, yang juga melibatkan satu keluarga dan menewaskan satu orang anak, sedangkan tiga anak yang lain ditemukan polisi dalam keadaan selamat.

Sedangkan penyerangan Polresta Surabaya pada Senin (14/5) juga melibatakan dua orang anak dibawah umur, satu anak tewas dan satunya lagi selamat.

Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra mengatakan semua anak yang terlibat dalam paket pemboman di Surabaya tersebut merupakan anak – anak yang sedang terjebak dalam situasi sulit. Sejak lahir mereka sudah terpapar paham radikalisme yang didoktrin oleh orang tuanya.

“Kita menyangkan dan mengutuk termasuk semua keluaaraga yang membawa serta anak dalam aksi bom bunuh diri ini. Anak-anak itu memang berada pada keadaan sulit dimana keluarganya sudah menganut paham radikal sejak mereka masih kecil, dan anak-anak sendiri tentu tidak bisa memilih dan pada akhirnya anak-anak dengan lugunya menelan habis apa yang disampaikan oleh orangtuanya,”kata Jasra saat dihubungi AKURAT.CO, Selasa (15/5).

Jasra mengatakan untuk anak teroris yang selamat pada ledakan di Rusunawa Wonocolo dan penyerangan di Polresta Surabaya, Selain, bisa memberikan informasi kepada aparat keamanann terkait kelompok radikal tersebut, Jasra juga meminta agara pemerintah dalam hal ini Kementerian agama (Kemenag) dan kemertrian Sosialal (Kemensos) untuk memberikan pendampingan dalam rangka memulihkan trauma paskar insiden tersebut.

“Kemenag dan Kemsoss harus melakukan rehabilitasi terhadap anak ini, kalau tidak direhab dengan baik ini akan menjadi trauma yang luar biasa bagi dirinya apalagi dia melihat sendiri orangtuanya meledakan diri, dan harus diberikan pemahaman tentang nilai-nilai dan konteks keindonesian, NKRI dan bagaiamana nilai kepancasilaan,” pintahnya.

Hal yang sama, kata juga harus dilakukan kepada anak-anak yang menjadi korban penyerangan keji ini, pemerintah bdan pemuka agama kata dia, memiliki peran penting untuk memulihkan rasa tramua mereka atas kejadian itu, sebab anak-anak ini lanjut Jasra masih memiliki masa depan yang panjang.

“Intinya baik korban maupun pelaku semuanya adalah anak-anak jadi tindakannya tidak berbeda jauh harus ada pendampingan dari pisikologi dan pemuka agama karena mereka pasti sangat trauma atas kejadian ini,” demikian Jasra

Exit mobile version