KPAI Anjurkan Tiap Sekolah Miliki Psikolog Pendidikan

JAKARTA – Terdapat beberapa kasus percobaan bunuh diri yang dilakukan para siswa yang bersekolah di DKI Jakarta. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengimbau agar semua sekolah di DKI Jakarta untuk menghadirkan psikolog pendidikan.

Psikolog pendidikan akan membantu siswa dan guru berkomunikasi dengan baik dan dapat bercerita jika mereka memiliki masalah yang mengganggu kegiatan sekolah.

“Dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang begitu besar Jakarta mampu memiliki satu psikolog di setiap sekolah. Sehingga bisa membantu siswa dan guru yang punya masalah. Psikolog yang kami maksud itu psikolog pendidikan yang membantu jika anak memiliki kesulitan belajar dan membantu guru yang kesulitan berkomunikasi dengan siswanya,” kata Komisioner Bidang Pendidikan dari KPAI Retno Listyarti di gedung KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (30/1).

Retno melanjutkan akan mengumpulkan data percobaan bunuh diri yang dilakukan siswa agar nantinya data tersebut bisa disampaikan ke Gubernur DKI Jakarta dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta untuk membahas lebih lanjut terkait anggaran mempekerjakan psikolog pendidikan.

Retno bercerita saat ia menjadi kepala sekolah. Ia masih mengembalikan anggaran di akhir tahun sekitar Rp 400 juta karena ia menganggap anggaran tersebut kelebihan begitupun di sekolah lain.

Kata dia daripada kelebihan dan dikembalikan lagi lebih baik anggarannya digunakan untuk membayar psikolog pendidikan. “Saya rasa tidak mahal juga. Saya menyarankan psikolog ini ada terutama di Sekolah Dasar (SD) ya. Jadi, SD tuh punya guru Bimbingan Konseling (BK) dan psikolog. Saya ingin yang diutamakan SD karena saat ini siswa SD banyak memiliki masalah. Jam belajarnya yang panjang, waktu bermainnya kurang dan sebagainya. Sehingga jangan sampai mereka menyerah dan ada niat untuk melakukan percobaan bunuh diri,” kata dia.

Retno menambahkan riset terakhir KPAI, Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) negeri terakreditasi A dari 910 anak terdapat 5,3 persen cenderung ingin bunuh diri. Lalu, tiga persennya sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri. Jadi, angka potensi bunuh diri kepada siswa itu cukup tinggi. Permasalahan tersebut bisa dibantu dengan adanya psikolog pendidikan.

“Saya yakin DKI Jakarta bisa mampu membayar psikolog karena anggarannya puluhan triliun. Kami dukung anak sehat mental dari usia yang tumbuh sampai berkembang. Kalau bisa sih semua sekolah. Dari SD sampai SMA. SD negeri itu ada sekitar 2.000 sekolah, SMA 117, SMK 70, SMP 350.Maunya sih sekolah swasta juga didukung. Tapi untuk awal dicoba sekolah negeri dulu,” kata Retno.

Sementara itu, Komisioner Bidang Kesehatan dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza) dari KPAI Sitty Hikmawaty mengatakan di setiap sekolah harus ada guru BK dan psikolog pendidikan. Sebab, jika hanya guru BK saja pasti mereka akan keteteran mengurusi siswa dan guru yang memiliki masalah bermacam-macam. Sehingga untuk mencegah hal yang tidak diinginkan harus ada keduanya di setiap sekolah.

“Kami memiliki catatan, rata-rata satu guru BK memegang 150 anak. Itu saja sudah keteteran karena selain itu mereka juga merencanakan program konseling siswa setiap tahun dan mengurus kasus. Jadi, tugasnya sudah berat. Sehingga butuh psikolog pendidikan untuk membantu guru BK ini,” kata dia.

Sitty menambahkan permasalahan guru dan siswa secara emosional membutuhkan sosok yang ahli di bidang kesehatan mental. Tujuannya agar mereka dapat menyelesaikan masalahnya dan tidak mengganggu kegiatan sekolah.

Adanya psikolog pendidikan ini pasti membuat mereka berpikir untuk tidak melakukan hal yang tidak berdampak negatif.

“DKI Jakarta pasti sanggup lah membayar psikolog pendidikan. APBD nya kan banyak. Kesehatan mental dan kebahagiaan warganya katanya kan akan diutamakan oleh Gubernur DKI Jakarta. Tidak ada salahnya saat ini untuk memikirkan kedepannya.  Bagaimana satu sekolah di DKI Jakarta, minimal sekolah negeri punya satu psikolog pendidikan. Ya perlu diketahui anak dalam masa tumbuh kembang terkadang sulit dipahami oleh guru karena usia yang terpaut jauh,” kata dia.

 

sumber: https://republika.co.id

Exit mobile version