KPAI: Aturan Klasifikasi Game Justru Legalkan Anak `Nge-Game`

KPAI menyatakan RPM tersebut justru memberikan keleluasaan bagi anak usia 17 tahun bermain game kekerasan. Padahal, usia tersebut masih digolongkan anak-anak.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama Indonesia Child Online Protection (ID COP) meminta Menteri Komunikasi dan Informatika menunda pengesahan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) mengenai klasifikasi game.

Ketua KPAI Asrosun Ni’am Sholeh beralasan, klasifikasi yang masuk dalam RPM itu justru melegalisasi anak usia dini dalam memainkan game interaktif online (dalam jaringan/Daring) maupun offline (luar jaringan/Luring).

“Ada prinsip dasar penyusunan RPM yang masih jauh dari prinsip perlindungan anak seperti yang tertuang dalam Undang-undang Perlindungan Anak,” ujar Ni’am dalam konferensi pers di Kantor Pusat KPAI, Kamis, 29 Oktober 2015.

Salah satu pasal yang disoroti KPAI adalah Pasal 6 ayat 1 dan 2. Di dalam pasal itu, RPM menyebut setidaknya ada lima kategorisasi kelompok usia pengguna.

“Dalam draf ini, usia 17 tahun sudah bisa memainkan game yang mengandung kekerasan, pornografi, narkoba dan lain-lain. Padahal, UU Perlindungan Anak di Indonesia usia 17 tahun masih tergolong usia anak-anak,” katanya.

Wakil Ketua KPAI Susanto, menambahkan RPM tersebut juga dinilai tidak memenuhi unsur yang dimaksud dalam UU Perlindungan Anak. Bahkan, bertentangan dengan prinsip perlindungan anak dan revolusi mental.

Dia mendesak Pemerintah seharusnya mengatur pengembang game (developer) agar menciptakan permainan yang bermuatan edukatif dan berwawasan karakter kebangsaan. “Bukan malah melarang anak untuk mendapat haknya bermain” tambahnya.

Exit mobile version