Jakarta, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak penindakan serius terhadap sindikat perdagangan bayi lintas negara dalam audiensi bersama Direktorat Direktorat Tindak Pidana Perempuan, Anak, dan Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri. Kasus yang terungkap di Jawa Barat ini menyeret jaringan hingga Singapura, dengan sedikitnya 25-35 bayi menjadi korban. Dari jumlah tersebut, 8 bayi berhasil diamankan di Indonesia dan 19 bayi lainnya terkonfirmasi sudah diterbangkan ke Singapura.
Anggota KPAI, Ai Maryati Solihah, saat audiensi pada kamis, 11 September 2025 di Kantor Direktorat PPA PPO Bareskrim Polri mengungkapkan bahwa sindikat ini bukan kasus tunggal, melainkan fenomena gunung es. Ia menyoroti ada agensi di Singapura yang membanderol bayi Indonesia hingga dua ratus juta rupiah per anak.
“Ini bukti nyata adanya sindikat perdagangan anak lintas negara. Namun hingga kini agen penerima di Singapura belum diamankan. Kami mendesak kerja sama internasional serta pemenuhan hak anak berupa pengembalian mereka ke Indonesia,” tegasnya.
KPAI merekomendasikan beberapa langkah penting diantaranya: Penegakan hukum hingga ke agen penerima bayi di luar negeri,Tracing orang tua kandung dan penentuan skema pengasuhan permanen bagi bayi korban, Penempatan seluruh bayi di LKS resmi agar terhindar dari kerentanan, Edukasi masyarakat tentang prosedur adopsi legal, Penguatan kerja sama internasional dan patroli cyber untuk membongkar praktik perdagangan bayi di media sosial.
Dari pihak kepolisian, Wakil Direktur PPA PPO Bareskrim Polri, Enggar Pareanom, menjelaskan bahwa perkara ini awalnya dilaporkan sebagai penculikan bayi, namun berkembang menjadi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Dari pengakuan awal tersangka hanya 1–2 anak. Namun setelah data ponsel tersangka dibuka, jumlahnya bertambah hingga lebih dari 25. Pada hari yang sama kami langsung berkoordinasi dengan imigrasi, dan ditemukan catatan perlintasan ke luar negeri, termasuk ke Pontianak dan Kubu Raya. Dari sana berhasil diamankan enam bayi,” jelas Enggar.
Enggar juga memaparkan terdapat bayi yang dilaporkan meninggal, disertai surat kematian dari rumah sakit. Namun makamnya belum ditemukan, dengan dugaan jenazah telah dikremasi sesuai tradisi setempat. Pencarian terhadap kasus ini masih terus dilakukan.
KPAI menegaskan bahwa faktor utama yang pemicu perdagangan bayi adalah penelantaran ibu hamil akibat kekerasan seksual atau tekanan ekonomi, serta minimnya edukasi masyarakat terkait adopsi legal. Audiensi ini menjadi momentum penguatan sinergi antara KPAI dan Polri dalam memutus jaringan perdagangan bayi dan memastikan hak anak tetap terlindungi. (Ed:Kn)












































