KPAI Bahas Regulasi Peradilan Anak dengan Kapolri

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyambangi Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) untuk menemui Kapolri Jenderal Sutarman. Pertemuan tersebut salah satunya membahas mengenai regulasi peradilan anak.

“Tadi kehadiran kita untuk berkoordinasi terkait penanganan kasus anak-anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak yang menjadi korban, saksi, atau pelaku,” kata Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (15/7/2014).

Dia menjelaskan, regulasi yang menjadi pembahasan adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang sudah ditetapkan dua tahun lalu, tepatnya 30 Juli 2012 dan efektif berlaku hingga 30 Juli 2014.

“Sampai sejauh mana kesiapan polisi dan aparat penegak hukum secara umum untuk melakukan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum. Karena, ada perbedaan yang mendasar dari segi paradigma, maupun ketentuan peraturannya,” tegasnya.

Asrorun menambahkan, ada perbedaan mendasar antara regulasi yang lama, yakni UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak dengan dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. “Dalam UU baru ini tidak menyebut penjara sebagai tempat memberikan punishment bagi anak,” sambungnya.

Selain itu, lanjut dia, usia anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum minimal 12 tahun. Artinya, bila anak di bawah 12 tahun melakukan tindak pidana tidak bisa dilakukan proses hukum formal. “Solusinya adalah diversi, yaitu dari hukum formal ke penanganan di luar hukum formal, seperti musyawarah, konpensasi dan permaafan. Semua telah didiskusikan dengan Kapolri, Kabaharkam, Kabareskrim dan Kadiv Humas, serta Kadokkes,” paparnya.

Menurut dia, bidang Kedokteran dan Kesehatan (DOkkes) Polri memang perlu dilibatkan karena melihat anak disamping penanganan hukum juga melihat aspek kesehatan. “Hal ini khusus bagi mereka yang menjadi korban,” tuntasnya.

Exit mobile version