KPAI : Beginilah Buah Pahit Paparan Pornografi

KASUS pembuangan bayi oleh Agung Purnomo menjadi perhatian. Pasalnya, bukan sekali ini kasus itu terjadi di Samarinda.

Menilik dari motif, orangtua tega mencampakkan buah hatinya karena belum siap mental mengasuh anak. Apalagi ternyata lahir tidak dari hubungan resmi.

Menukil data Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak (DKSA), 45 persen anak berkonflik dengan hukum (ABH) karena kasus pelecehan seksual. Dari angka tersebut, sebagian besar korban dan pelaku berstatus sepasang kekasih.

Sementara itu, pornoaksi disebabkan banyak faktor. Salah satunya paparan konten pornografi sejak dini. Fakta itu terbukti pula dari hasil penelitian Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Samarinda. Hampir 90 remaja di jenjang SMP dan SMA di Samarinda terpapar konten dewasa.  “Bahkan sudah terpapar sejak SD,” jelas Ketua Harian KPAI Samarinda Adji Suwignya.

Diawali rasa penasaran, korban pornografi menjadi kecanduan. Dalam tahap lanjut, kegiatan mengonsumsi pornografi bahkan dilakukan dengan sekelompok teman. Dampak lainnya, remaja mencari eksistensi dari pornografi. Misalnya, menyebarkan foto tak senonoh pribadi ke orang terdekat dan media sosial.

Ketika situasi tersebut tak semakin terkontrol, tindakan asusila terlihat tidak lagi tabu. Aktivitas seksual terjadi meski belum berstatus suami-istri. “Ada yang melakukan kegiatan seksual di rumah teman. Rumah kosong dan sebagainya. Inilah mengapa pengawasan orangtua itu sangat penting,” imbuhnya.

Dampak negatif pornografi semakin parah ketika aktivitas seksual berujung kehamilan. Dalam kondisi belum memungkinkan untuk menikah, kemudian memilih opsi tak sepantasnya. Salah satunya menggugurkan dan membuang bayi seperti yang dilakukan Agung Purnomo dan MA.

Exit mobile version