Mobil Peugeot berwarna abu-abu yang parkir di lapangan pergudangan Muara Karang Timur, Penjaringan RT 07/16, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, jadi tempat bermain Hana, Rani Sapitri, dan Naipah. Kemungkinan, pintu kendaraan bernomor polisi B 1757 TW itu terbuka sehingga tiga bocah yang masing-masing berusia 4 dan 5 tahun itu bisa masuk. Mereka bermain di dalam mobil rongsokan itu. Tak ada yang memperhatikan.
Padahal, sejak pukul 10.00 WIB orang tua ketiga bocah itu mulai mencari mereka. Sekitar tiga jam kemudian, mereka ditemukan bergelimpangan di bangku belakang mobil. Mata mereka tertutup, bibir membiru, dan kulit melepuh seperti terbakar.
“Saat saya temukan, anak saya dan temannya dalam posisi tiduran, dua di bawah dan satu di atas,” kata Kamila, Ibu Rani yang histeris mendapati putrinya tak bernyawa.
Petaka pada akhir Maret tersebut mencuatkan fakta bahwa ada anak-anak yang bermain di tempat yang tidak layak, bahkan, yang dapat membahayakan jiwa mereka. “Kasus tiga anak yang meninggal di dalam mobil rongsokan yang terjadi baru-baru ini sangat memprihatinkan,” kata Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto kepada SH, Kamis (9/4).
Menurut Susanto, kasus tersebut harus menjadi evaluasi bersama semua pihak, baik penyelenggara negara, pebisnis, maupun masyarakat. Semua pihak harus memastikan anak dapat bermain dalam kondisi aman dan nyaman. Untuk itu, semua proses pembangunan juga harus mengakomodasi kepentingan anak. “Termasuk, menyediakan arena bermain yang aman dan nyaman bagi anak,” tuturnya.
Tak Punya Pilihan
Ia menduga, kematian tragis itu terjadi akibat anak-anak tersebut tidak punya pilihan lain untuk bermain di tempat yang aman. Bisa jadi, tempat bermain di sekitar rumah anak-anak tersebut tidak memiliki fasilitas bermain yang memadai. Jika ke mal, harus bayar.
“Bermain di rumah? Tak semua warga punya fasilitas bermain yang memadai di rumahnya,” ucap Susanto.
Fakta yang terjadi saat ini, Susanto mengungkapkan, banyak lahan telah beralih fungsi untuk gedung, perkantoran, dan kawasan bisnis. Akibatnya, anak tidak mempunyai pilihan untuk menyalurkan kebutuhan natural mereka untuk bermain.
“Di pihak lain, tak sedikit anak yang bermain di warung internet (warnet),” kata Susanto.
Padahal, anak-anak yang bermain di warnet tidak mendapat kontrol dan pengawasan yang memadai dari penyelenggara negara dan masyarakat. Mereka dapat mengakses berbagai konten game tanpa kontrol. Akibatnya, Susanto menyatakan, mereka terbiasa dengan konten kekerasan, permusuhan, peperangan, dan perkelahian.
Tanggung Jawab Pemda
“Oleh karena itu, pastikan pemerintah, pusat maupun daerah, dalam pembangunan menyediakan ruang bermain yang memadai untuk anak,” tutur Susanto.
Ia mengingatkan, perlindungan anak adalah kewenangan pemerintah daerah. Karena itu, ia mengimbau pembangunan di daerah tidak melulu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan fisik, tetapi harus memikirkan hajat generasi bangsa pula.
Menurutnya, pemerintah seharusnya memastikan sebagian dana pembangunan dialokasikan untuk penyediaan ruang bermain anak, rumah baca anak, dan untuk mengedukasi masyarakat desa terkait perlindungan anak.
Irma Gustiana, psikolog anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan (LPT) Universitas Indonesia (UI) mengatakan, penyediaan ruang bermain bagi anak sangat penting. Pasalnya, saat bermain, anak memerlukan ruang gerak yang cukup, baik yang bersifat di luar ruangan maupun di dalam ruangan.
Ia menambahkan, tempat bermain luar ruangan maupun dalam ruangan harus aman dan nyaman bagi anak-anak. Dengan begitu, ketika bermain anak-anak menjadi lebih sehat, dalam kondisi aman dan terjamin keamanannya.
Dunia Bermain
Pemerhati anak, Seto Mulyadi menambahkan, dunia anak adalah dunia bermain. Anak mengembangkan seluruh potensinya melalui bermain, baik motorik, psikososial, maupun moral.
Bermain akan membantu perkembangan aspek motorik anak karena anak akan lebih lincah bergerak, dapat melatih keseimbangannya, serta akan mampu mengukur kekuatan fisiknya. Kemampuan anak untuk bersosialisasi, belajar berteman, dan belajar menghargai teman-temannya yang saling berbeda satu sama lain juga berkembang pada saat mereka bermain.
Bermain juga penting untuk perkembangan moral anak. Melalui bermain, psikolog anak ini menyatakan, anak akan belajar mengenai aturan-aturan yang ada di masyarakat. “Anak juga akan belajar bahwa ada hal-hal yang sebenarnya bisa dilakukan, tapi dalam situasi tertentu tidak boleh dilakukannya,” tuturnya.
Dunia bermain, ia melanjutkan, akan mendukung semua aspek perkembangan psikomotorik anak. Selain itu, aktivitas bermain penting bagi perkembangan kreativitas, perkembangan bahasa, dan peningkatan kecerdasan anak. Ia mencontohkan, saat anak-anak bermain, mereka juga belajar berkomunikasi dan meningkatkan kemampuan berbahasa mereka menjadi lebih baik.
“Sayangnya, saat ini anak-anak terutama di kota besar, sangat sulit mendapatkan sarana dan prasarana yang memadai untuk bermain, khususnya mereka yang terbatas secara sosial dan ekonomi,” ujar Irma.
Menurutnya, kalaupun ada ruang dan sarana bermain, masih harus ditinjau lagi dari berbagai aspek. “Apakah telah memperhatikan faktor kesehatan dan keamanan anak-anak?” katanya.
Irma mencontohkan bahan-bahan untuk fasilitas bermain untuk anak, baik di luar ruangan maupun di dalam ruangan, harus dari material yang aman, misalnya dari plastik, karet, atau kayu.
Jika anak-anak bermain di ruang terbuka, areal bermain tersebut sebaiknya jauh dari lokasi yang menyebabkan gangguan kesehatan, antara lain pabrik, jalanan yang macet, atau tempat pembuangan sampah.
“Ruang bermain yang sehat dan aman tentunya akan membuat anak bermain lebih eksploratif, bebas, dan aman,” tutur Irma.