KPAI Bersama OJK, BI, dan PPATK Bahas Pencegahan Transaksi Mencurigakan ESA

Foto: Humas KPAI, 2025

Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama ECPAT Indonesia melalui dukungan program Down to Zero menggelar High Level Meeting “Komitmen Bersama Cegah dan Tangani Transaksi Mencurigakan dalam Eksploitasi Seksual Anak” di Kantor KPAI, Jakarta, pada Rabu, (27/8). Pertemuan ini menindaklanjuti hasil Workshop Februari lalu terkait penguatan kemitraan strategis dengan penyedia jasa keuangan untuk melawan eksploitasi seksual anak (ESA) di era digital.

Pertemuan dihadiri perwakilan KemenPPPA, Kemenko Polkam, Komdigi, Kemendikdasmen, Mabes Polri, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, OJK, dan mitra masyarakat sipil. Forum ini menghasilkan komitmen multipihak untuk mencegah dan menangani transaksi mencurigakan terkait ESA melalui kolaborasi, regulasi, dan pemblokiran akses finansial pelaku.

Data PPATK mengungkap fakta mengejutkan: Lebih dari 24.000 anak berusia 10–18 tahun diduga menjadi korban prostitusi anak dengan 130.000 kali transaksi dan nilai perputaran dana mencapai Rp127 miliar. Modus kejahatan ini memanfaatkan iklan lowongan kerja palsu, aplikasi kencan, grup berbayar, hingga game dan judi online.

Anggota KPAI, Ai Maryati Solihah, menegaskan bahwa kejahatan ini memasuki pola baru yang kompleks:

“Eksploitasi seksual anak kini tak hanya soal tindakan langsung, tapi juga memanfaatkan sistem keuangan digital, mulai dari rekening pribadi, e-wallet, hingga mata uang kripto. Transaksi mencurigakan bisa terlihat dari pola frekuensi, cara, dan tujuan pembayaran,” ujarnya.

Tanggapan para pemangku kepentingan:

Hasil Rapat dan rencana aksi:

  1. Komitmen multipihak untuk mencegah dan menangani transaksi mencurigakan ESA.
  2. Penyusunan Red Flag Indicator oleh PPATK, disosialisasikan September-Oktober 2025.
  3. Usulan pembentukan Desk/Task Force Anti-ESA dengan supervisi Kemenko Polhukam.
  4. Pemblokiran rekening/e-wallet terduga pelaku oleh OJK dan BI berdasarkan data KemenPPPA dan KPAI.
  5. Penguatan literasi digital dan peer educator di sekolah untuk pencegahan sejak dini.
  6. Pemanfaatan riset, modul, dan kampanye publik bersama NGO, termasuk ECPAT Indonesia.

Sebagai tindak lanjut konkret, para peserta menyepakati pembentukan grup koordinasi lintas lembaga untuk mengawal implementasi rencana aksi secara berkelanjutan.

KPAI menegaskan bahwa kejahatan ESA berbasis keuangan adalah extraordinary crime yang membutuhkan penanganan luar biasa. “Negara harus hadir, tidak hanya menindak pelaku, tetapi juga memastikan pemulihan hak-hak korban. Pemutusan aliran dana kejahatan adalah bagian dari perlindungan anak,” tutup Ai Maryati. (Ed:Kn)

Exit mobile version