KPAI Daerah : Tangis Lima Bocah Meledak di Lapas dan Terlantar

Seperti ayam kehilangan induk. Air mata kelima bocah yang tertahan saat masih di Kantor Kejari Kota Tanjungbalai, meledak. Memecah keheningan di Lapas Pulau Simardan. Sambil terus menangis, mereka merangkak, memohon kepada jaksa agar ayah-ibunya Ahmad (44) dan Dewiana alias Marlina (40) tidak ditahan.

Mereka adalah SR, SF, MA, AS dan AN. Usia masing-masing, yakni 12 tahun, 10 tahun, 8 tahun dan 6 tahun. Bahkan si bungsu berinisial AN, usianya masih 3 tahun.
Tapi, air mata mereka tak mengubah apapun. Jaksa tetap pada sikapnya. Meski AN, yang siang itu memanggil-manggil ibunya dan berusaha memegangi baju Dewiana. “Mamak…mamak…,” kata AN terisak.

Melihat AN adiknya, tangis saudaranya yang lain SR, SF, MA dan AS makin menjadi-jadi. Tapi jaksa tak peduli. Eksekusi tetap dilakukan. AN kemudian digendong jaksa. Pintu lapas kemudian ditutup rapat-rapat.

Maka, sejak siang itu, pasutri yang terjerat kasus pengeroyokan terhadap tetangganya di Jalan Sei Kedaung, Lingkungan IV, Kelurahan Pasar Baru, Sei Tualang Raso, itu menjadi tahanan titipan jaksa. Sampai ada putusan dari Pengadilan Negeri Kota Tanjungbalai.

Selesai eksekusi, kemudian munculnya persoalan baru. Kelima bocah itu bingung mau ke mana. Mereka sama sekali tidak punya keluarga di Kota Tanjungbalai. Sementara pihak Kejari Tanjungbalai sama sekali tidak ingin terbebani.

LBH Trisila dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Tanjungbalai, prihatin. Kelima bocah itu kemudian dijemput dari Kantor Kejaksaan Negeri Tanjungbalai. “Atas rasa kemanusiaan, kita bawa ke Kantor LBH Trisila,” kata Musa Setiawan SH, Kepala Kantor LBH Trisila, kepada RPG. Hadir juga Liansyah Rangkuti, Ketua KPAI Kota Tanjungbalai.

Setelah dicek, ternyata, saat masih ditangani polisi, pasutri ini sama sekali tidak ditahan. Pertimbangannya, kedua tersangka masih memiliki tanggung jawab terhadap kelima anaknya yang masih kecil-kecil. Apalagi Dewiana alias Marlina, belakangan diketahui sedang hamil.

Musa Setiawan mengatakan, setelah dirundingkan dengan KPAI, disepakati agar kelima anak tersebut diserahkan kepada Lurah Pasar Baru dan Kepala Lingkungan IV, tempat di mana pasangan suami istri itu berdomisili. Kemudian, Lurah Pasar Baru Ahmad Azhar dan Kepling IV Hidayat Marpaung datang menjemput ke Kantor LBH Trisila.
Namun, Lurah Pasar Baru Ahmad Azhar mengaku tidak sepenuhnya siap dibebani tanggung jawab merawat kelima anak tersebut.

Menurutnya, tak masalah dengan SR, SF, MA dan AS. Tapi, dengan AN, lurah yang saat itu mengenakan kaos oblong berwarna putih itu, sedikit ragu. Usianya masih tiga tahun. Tentu, sangat membutuhkan kasih sayang dari orangtua, terutama ibunya. “Jujur, aku sedikit khawatir,” ujarnya, yang pada malam itu, didampingi Kepling IV Hidayat Marpaung.

Ketua KPAI Kota Tanjungbalai Liansyah Rangkuti, menyayangkan tindakan jaksa terhadap pasangan suami istri tersebut. Seharusnya, pihak kejaksaan mempertimbangkan nasib kelima anak tersebut dan tidak melakukan penahanan sebagaimana saat perkara tersebut masih di kepolisian.

Kalau di kepolisian saja bisa tidak melakukan penahanan dengan alasan kelangsungan hidup dari kelima anak tersebut, seharusnya hal itu juga menjadi pertimbangan bagi kejaksaan. “Kita sangat sesalkan,” ujar Liansyah.

Seharusnya, lanjut Liansyah, pihak kejaksaan juga harus bertanggung-jawab terhadap nasib kelima anak pasangan suami istri tersebut. Nasib baik, pihak Lurah Pasar Baru dan Keplingnya bersedia mengurus kelima anak tersebut. “Sangat tidak wajar, jaksa yang melakukan penahanan, akan tetapi, anak-anaknya ikut dijadikan korban,” pungkas Liansyah Rangkuti.

Tapi sayang, Kajari Tanjungbalai Ester PT Sibuea SH, tidak berhasil dihubungi terkait dengan nasib kelima anak tersebut. Bahkan, saat dikirimkan pesan melalui SMS melalui selularnya, juga tidak ada jawaban hingga saat berita ini diperbuat.

Keterangan yang diperoleh pasangan suami istri ini dilaporkan tetangganya atas tuduhan melakukan penganiayaan secara bersama-sama. Atas pengaduan tetangganya tersebut, pasangan suami istri ini diancam melanggar pasal 170 ayat (1) subs Pasal 351 ayat (1) ke-(1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHP.

Exit mobile version