KPAI Dampingi Siswa SD yang Dianiaya Oknum Marinir

Bocah T (12) yang dipukuli oleh sejumlah marinir Cilandak, Minggu, 10 Januari 2016, meninggalkan Rumah Sakit (RS) Prikasih, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Rabu, 13 Januari 2016, pukul 15.30 WIB.

Informasi yang dapat kami himpun, T yang didampingi sang ayah, Purwanto, tampak meninggalkan ruangan Teratai di rumah sakit tersebut melalui pintu belakang. Hal itu dilakukan Purwanto, guna menghindari awak media yang terus menunggu kepulangan T dari rumah sakit itu.

Wayan, salah seorang perawat yang berada di ruang Teratai mengatakan, T dan Purwanto pulang dengan menggunakan mobil ambulance rumah sakit dengan nomor polisi B 7119 PR. “Tadi lewat belakang mas” katanya di RS.Prikasih, Pondok Labu, Jakarta Selatan, Rabu 13 Januari 2016.

Kata wayan, T dan Purwanto pulang dengan didampingi beberapa orang yang merupakan anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan anggota Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Tadi orang KPAI satu orang, dan orang LPSK dua orang,” ujarnya menambahkan.

Dia mengaku tak mengetahui kemana T dan Purwanto akan pulang dari RS Prikasih.

Sebelumnya diketahui, T (12) bocah yang masih duduk di bangku sekolah dasar mengalami penganiayaan oleh beberapa oknum anggota Marinir Cilandak. Dari kronologi kejadian yang didapat oleh KPAI, kejadian bermula saat korban tertangkap tangan oleh marinir karena mencuri burung. Saat itu, korban juga menunjuk satu yang diduga pelaku lainnya berinisial M (14 Tahun). Mendengar keterangan tersebut, sejumlah marinir itu kemudian juga melakukan pemukulan terhadap M.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, siswa SD berusia 12 tahun yang diduga menjadi korban penganiayaan oknum aparat TNI di Cilandak mendapatkan perlindungan dari KPAI. Asrorun mengungkapkan T (inisial korban) pada Rabu (13/1) pukul 16.00 menuju kantor KPAI di Jalan Teuku Umar No.10 Menteng untuk mendapatkan perlindungan. “Selain itu korban juga mendapatkan penanganan pemulihan medis serta psikis serta jaminan rasa aman dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),” ujarnya.

Menurutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kondisi dari hasi CT Scan diketahui mengalami gegar otak, kelainan fungsi ginjal dan liver.

“Tetapi, paru normal dan tidak tampak adanya kerusakan organ dalam. Setelah perawatan inap, terakhir T diketahui sudah bisa menjalani rawat jalan,” ungkapnya.

Asrorun menjelaskan, hingga saat ini, orangtua korban pun tidak berani pulang ke rumah karena alasan keamanan. “Atas dasar itu, KPAI memfasilitasi perlindungan setelah berkoordinasi dengan LPSK,” jelasnya.

Saat ini pihaknya juga tengah melakukan assessment termasuk pada aspek psikologisnya. Selanjutnya, anak akan ditempatkan di rumah aman untuk menjamin pemulihan berlangsung secara tepat. Terutama mengingat T akan menjalani ujian SD.

“KPAI meminta pihak Marinir untuk menanggung biaya perawatan di RS Perikasih,” tegasnya.

Ia juga menegaskan, tidak ada yang kebal terhadap hukum. Sehingga, siapapun yang terbukti bersalah harus mendapatkan sanksi sesuai hukum yang berlaku.

Exit mobile version