Jakarta, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyepakati langkah sinergis untuk merevitalisasi sistem pendidikan nasional guna memperkuat peran guru, menekan angka anak putus sekolah, dan mencegah kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan.
Dalam audiensi yang digelar, pada, Selasa (21/05/205). KPAI menekankan pentingnya sistem pendidikan yang mendorong sekolah ramah anak, serta memperkuat layanan Bimbingan dan Konseling (BK) di semua jenjang pendidikan.
“Penguatan kapasitas konseling bukan hanya dimiliki oleh guru BK, namun dapat diberikan kepada seluruh guru untuk memiliki kompetensi bimbingan konseling, untuk mendukung tumbuh kembang anak secara menyeluruh” tegas Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah.
Abdul Mu’ti, Menteri Dikdasmen, menyambut positif inisiatif tersebut. Ia mengatakan bahwa penguatan kapasitas konseling telah dimulai dan menjadi bagian dari transformasi peran pendidik. “Guru BK tidak hanya mengajar, tetapi juga membimbing, ini penting terutama di jenjang SD yang tidak memiliki guru BK” lanjutnya.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) 2024, Pusdatin Kemendikdasmen 2024 mencatat bahwa jumlah tertinggi berada di jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 38.540 (0,16%), disusul Sekolah Menengah Pertama sebanyak 12.210 (0,12%), Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 6.716 (0,13%), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 9.391 (0,19%).
Fluktuasi angka ini menunjukkan perlunya upaya mitigasi bersama, bukan hanya oleh sekolah, tapi harus melibatkan keluarga dan masyarakat sebagai bagian dari Tri Pusat Pendidikan,” ujar Ai Maryati.
Data KPAI juga juga menunjukkan 1.378 pengaduan pada 2024 terkait pemenuhan hak anak, di satuan pendidikan, menunjukkan perlu adanya perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan terhadap penyelenggaraan pemenuhan hak dan perlindungan anak.
Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa selain memberikan pelatihan bimbingan konseling terhadap seluruh guru, tentunya perlu untuk membangun penyamaan persepsi mengenai kekerasan terhadap anak. Tentunya, persepsi terkait definisi dan bentuk kekerasan juga menjadi tantangan yang perlu diatasi bersama.
“Saat ini masih banyak guru yang menerapkan disiplin dengan cara kekerasan untuk dan beralasan untuk mendidik, namun seharusnya dapat dilakukan dengan pendekatan humanis, sehingga tidak menimbulkan trauma pada anak,” lanjutnya.
Dalam audiensi itu, KPAI juga memastikan agar satuan pendidikan tidak mengeluarkan peserta didik pelaku atau anak korban kekerasan, Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH), anak korban narkoba, serta anak korban perilaku menyimpang lainnya.
“Akses pendidikan untuk anak disabilitas juga harus dipastikan dengan dukungan SDM dan sarana prasarana inklusi pada satuan pendidikan, serta penyediaan unit layanan disabilitas di daerah,” tutup Ai Maryati. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727