Minahasa, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bersama Pemerintah Kabupaten Minahasa menegaskan komitmen bersama dalam mencegah dan menangani kasus Anak Tidak Sekolah (ATS), sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak dasar anak di bidang pendidikan tanpa diskriminasi.
KPAI mendesak pemerintah daerah membentuk tim khusus penanganan ATS yang bertugas melakukan pendataan, pemetaan penyebab utama, intervensi komprehensif, serta evaluasi lintas sektor secara berkala. Selain itu, pemerintah daerah juga perlu mengalokasikan anggaran khusus agar anak, termasuk anak disabilitas, memperoleh hak pendidikan sesuai amanat undang-undang.
“Faktor ekonomi bukan satu-satunya penyebab. Ada juga faktor keluarga, kecanduan game, pengaruh lingkungan, hingga kenakalan anak yang perlu diatasi secara lintas sektor,” ucap Aris Adi Leksono, Anggota KPAI, dalam kunjungan pengawasan ke Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, pada Kamis (22/05/2025).
Data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) tahun 2024 mencatat bahwa di Sulawesi Utara terdapat 6.344 anak putus sekolah pada jenjang SD, 6.767 di SMP, dan 3.933 di SMA. Di Kabupaten Minahasa sendiri, tantangan geografis dan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) menghambat upaya pendataan dan jangkauan layanan.
“Kami telah berkoordinasi dengan kecamatan dan desa, tetapi data jumlah anak putus sekolah belum bisa terakomodasi sepenuhnya,” jelas Ricky Laloan, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Minahasa.
KPAI juga menyoroti terhadap minimnya akses pendidikan bagi anak-anak disabilitas akibat belum adanya kebijakan daerah yang berpihak, seperti sekolah inklusi, sarana ramah disabilitas, SDM terlatih, hingga unit layanan disabilitas di setiap sekolah. Kasus serupa juga ditemukan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), yang belum seluruh anaknya terdata sebagai peserta didik.
Masalah lainnya adalah anak-anak yang tidak memiliki identitas resmi karena pernikahan siri orang tua, yang menyulitkan mereka mengakses layanan pendidikan. Temuan tersebut berada di Desa Tateli dan Wawalintouan, serta di beberapa madrasah yang berada di Kabupaten Minahasa.
Lynda Daisye Watania, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Minahasa, menjelaskan bahwa program “Keluarga Berkualitas” menjadi salah satu upaya untuk memastikan setiap keluarga dapat menjalankan perannya dalam menjaga dan mendidik anak-anak secara optimal. Pemerintah daerah juga berkomitmen memperkuat Sekolah Ramah Anak (SRA) dan mendorong Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) bagi lulusan sekolah. “Kami ingin memastikan setiap anak memiliki keterampilan dan kesiapan kerja, selain hak untuk menyelesaikan pendidikannya.” ucap Lynda.
Sementara itu, Jeanette Christie Rawung, Kepala Sekolah SD Negeri 8 Tondano menuturkan bahwa setiap anak yang tidak masuk sekolah akan langsung dikomunikasikan dengan pihak orang tua, hal ini tentunya untuk meminimalisir bertambahnya angka anak putus sekolah.
Komitmen tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. “Langkah terintegrasi dan terukur sangat penting untuk menekan angka ATS, dan memastikan bahwa pendidikan bukan hanya hak, tapi juga masa depan setiap anak,” tutup Aris. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727