KPAI Desak Para Pelaku Pemerkosaan Remaja di Tangerang Disanksi Berat

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam tindakan pelaku pemerkosaan terhadap OR (16), hingga menyebabkan korban meninggal dunia. KPAI mendorong aparat penegak hukum menjerat para pelaku dengan sanksi seberat-beratnya.

Jasra Patra, komisioner KPAI mengakui, anak menjadi korban pemerkosaan di Indonesia masih sangat tinggi. Bila dihitung, kasus pemerkosaan terhadap anak yang terjadi sejak tahun 2011 hingga 2019 mencapai 2.597 kasus.

“Kasus-kasus kekerasan dan pemerkosaan, merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan hak hidup dan tumbuh kembang anak. Oleh sebab itu, pencegahan dan deteksi dini oleh pemerintah, pemerintah daerah, keluarga dan masyarakat harus diperkuat sinergisitasnya,” ungkap Jasra Putra saat dikonfirmasi, Selasa (16/6).

Diterangkan dia, berdasarkan data pengaduan KPAI, menunjukan anak korban pemerkosaan selama 2011-2019 yang terlaporkan sebanyak 2.597 kasus. Dengan berbagai dampak buruk kepada anak dan bahkan sampai meninggal setelah dilakukan perawatan dan rehabilitasi korban.

“Maka, penerapan hukuman maksimal sebagai pelaku dewasa harus dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mendapatkan efek jera dan memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya,” tegas Jasra.

Dia juga mendorong aparat penegak hukum, memberikan sanksi seberat-beratnya kepada seluruh pelaku, agar tindakan tersebut mampu memberi efek jera dan pelajaran bagi masyarakat lainnya.

“Sesuai dengan Udang-undang 35 tahun 2014 perubahan pertama undang-undang 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 76D, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan denganya atau dengan orang lain. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak 5 miliar rupiah,” katanya.

Bahkan lanjut Jasra, dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang perlindungan anak, pelaku kekerasan dan pemerkosaan terhadap anak bisa dilakukan pemberatan apabila korban anak sampai meninggal dunia.

Pihaknya berharap, dengan adanya kasus tersebut, bisa menjadikan pembelajaran penting bagi penyelenggara perlindungan anak untuk memastikan bahwa kehadiran program-program pencegahan dan deteksi dini perlu dievaluasi kembali.

“Apalagi di tengah Covid-19 anak-anak yang berasal dari keluarga rentan harus menjadi perhatian utama, agar predator anak tidak memiliki peluang untuk melakukan aksi kejahatan seksual kepada anak,” jelas dia.

KPAI lanjut Jasra, juga sedang melakukan survei terkait kekerasan yang terjadi selama pandemi Covid-19. Hasil survei ini juga memotret soal kekerasan yang terjadi pada anak termasuk dalam keluarga.

Sebelumnya diberitakan, OR menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual oleh pacar dan rekan-rekan pacar korban, di kawasan Cihuni, Kabupaten Tangerang. Dia dipaksa menenggak pil hexymer dan dirudapaksa secara bergiliran oleh pacar dan rekan-rekannya. Atas kejadian itu, korban mengalami sakit hingga tak sadarkan diri.

Polisi berhasil menangkap empat pelaku. Sedangkan tiga orang lagi masih buron. 

 
Exit mobile version