KPAI Desak Pemerintah Bangun Sekolah Darurat di Lebak Banten

JAKARTA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah melakukan pengawasan tentang penanganan anak korban bencana gempa bumi di barat daya Kabupaten Lebak, Banten. Gempa bumi yang bermagnitudo 6,1 skala Richter terjadi pada Selasa, 23 Januari 2018 tersebut, diikuti sebanyak 53 gempa susulan.

Terkait bencana alam di Kabupaten Lebak, Banten, Komisioner Bidang Sosial dan Anak dalam Situasi Darurat KPAI, Susianah Affandy menyampaikan beberapa hal.

Pertama, KPAI mengapresiasi upaya BNPB, BPBD, Pemerintah Daerah Provinsi Banten dan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak, dalam hal ini telah serta sedang melakukan pengkajian terhadap lokasi, kerusakan, kerugian bencana sebagaimana diatur dalam UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan PP No 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

 Kemudian, KPAI menemukan adanya perbedaan data korban gempa bumi di Lebak antara data yang dimiliki oleh BNPB dengan data yang dimiliki Dinas Sosial Kabupaten Lebak by name by address.

“Ketidaksamaan data bisa jadi disebabkan jumlah personel di lapangan yang melakukan pendataan yang berbeda antara dua instansi tersebut, sehingga berdampak pada perbedaan pada kecepatan input data,” ujar Susianah dalam keterangan tertulisnya, Selasa 30 Januari 2018.

Ketiga, KPAI menemukan 13 bangunan sekolah di tiga kecamatan yang rusak akibat gempa bumi di Kabupaten Lebak. Dari 13 bangunan sekolah tersebut antara lain Kecamatan Cilograng terdapat tiga sekolah yakni SDN 4 Cikatomas, SDN 3 Pasirbungur, dan MI Dayasari Desa Lebak Tipar.

Kecamatan Cihara terdapat lima lembaga pendidikan antara lain SDN 1 Panyaungan, SDN 3 Ciparahu, MTs Darul Ulum Karang Kamulyan, PAUD Al Mawadah Desa Ciparahu, dan TK Aisiyah.

Adapun Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, terdapat lima lembaga pendidikan yang rusak antara lain SDN 3 Bayah Timur, SDN 3 Pasir Gombong, MDA Sawarna Timur, SDN 3 Cimancak, MI Selawi, dan MA Selaw Desa Sawarna Timur.

“Akibat kerusakan bangunan di sekolah tersebut, proses belajar mengajar terganggu karena ruangan kelas tak berfungsi,” katanya.

Atas dasar temuan tersebut, KPAI meminta kepada Pemerintah Daerah Provinsi Banten segera berkoordinasi yang melibatkan lintas sektor, mulai dari pendataan hingga penanganan korban yang dilakukan secara terintegrasi.

“Ketidaksamaan data dari masing-masing sektor di lingkungan pemerintah daerah dapat berakibat pada perbedaan penanganan dan sasaran korban,” katanya.

Kedua, agar pemerintah daerah menetapkan lokasi bencana dalam status darurat sebagaimana diatur dalam PP 21 Tahun 2008. Penetapan tersebut sebagai payung hukum dalam penanganan korban bencana yang meliputi pengerahan peralatan (tenda pengungsian), pengerahan logistik (dapur umum), kegiatan psiko sosial (trauma healing), dan lainnya.

“KPAI mendorong kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan layanan khusus sebagaimana tertuang dalam pasal 32 UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Permendikbud Nomor 72 Tahun 2013 tentang Pendidikan Layanan Khusus yang di dalamnya mengatur penyelenggaraan sekolah darurat,” ucapnya.

KPAI melihat, selama ini penanggulangan bencana masih bersifat responsif. Adanya political will pemerintah berupa regulasi seperti Surat Edaran Mendikbud Nomor 70a/2010 serta Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penerapan Sekolah/Madrasah Aman Bencana dalam pandangan KPAI masih bersifat normatif.

“Kegiatan yang dilakukan selama ini masih banyak masuk dalam level sosialisasi dan sharing informasi. Sementara itu, penerapan teknis sekolah/madrasah aman bencana yang dilakukan secara konprehensif masih jauh panggang daripada api,” ujarnya.

Untuk itu, KPAI meminta agar tanggap darurat bidang pendidikan dapat dilaksanakan dengan penyelenggaraan sekolah darurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Keempat, KPAI akan terus melakukan pengawasan terhadap pemenuhan hak anak atas sekolah atau madrasah darurat di lokasi bencana selama situasi darurat, hingga tersedianya tersedianya ruangan belajar. Karena, saat ini gedung sekolah tersebut tak bisa difungsikan akibat gempa.

“Penyelenggaraan sekolah/madrasah aman bencana yang akan menjadi lokus pengawasan KPAI meliputi antara lain terintegrasinya antarjenjang pendidikan dan/atau antarjenis pendidikan, penyelenggaraan pendidikan formal atau nonformal yang diselenggarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, bentuk, program dan/atau sumber daya pembelajaran lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik,” katanya.

Selain sekolah/madrasah aman bencana, KPAI juga mendorong pemerintah daerah menyelenggarakan kegiatan psikosial bagi anak-anak korban bencana yang meliputi penyelenggaraan kegiatan trauma healing.

Exit mobile version