Jakarta, 17 Juli 2025, – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan bahwa negara tidak boleh diam atas hilangnya nyawa anak dalam kasus pembakaran rumah wartawan Rico S. Pasaribu di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kejadian tragis yang terjadi pada 27 Juni 2024 itu menyebabkan tewasnya empat orang, termasuk dua anak berusia 12 dan 3 tahun. KPAI mendesak penuntasan hukum terhadap seluruh pihak yang terlibat, termasuk oknum TNI yang diduga menjadi otak pembakaran namun hingga kini belum diproses hukum.
Hingga satu tahun pasca kejadian, tiga tersangka telah ditetapkan, tetapi upaya hukum terhadap otak pelaku masih menemui jalan buntu. Hal ini menjadi perhatian serius KPAI karena menyangkut pelanggaran berat terhadap hak anak untuk hidup dan mendapatkan perlindungan dari kekerasan, sebagaimana dijamin oleh Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Kami menilai kasus ini sarat dengan unsur kekerasan yang direncanakan, dan telah menghilangkan nyawa anak. Anak sebagai korban harus mendapatkan keadilan, dan negara wajib hadir untuk memastikan hal itu, ucapa Diyah Puspitarini saat menghadiri konferensi pers pada, Kamis (17/07/2025) di KPAI.
KPAI telah melakukan pemantauan langsung ke lokasi kejadian di Kabupaten Karo pada 27–30 Agustus 2024 untuk menilai progres penanganan kasus. Namun hingga kini belum ada langkah tegas terhadap oknum TNI yang disebut sebagai otak pembakaran.
Rekomendasi :
- Mendesak Panglima TNI untuk bersikap tegas terhadap terduga pelaku untuk segera memproses hukum.
- Mendorong POMDAM 1 Bukit Barisan untuk memeriksa dan mengadili oknum TNI secara terbuka dan adil.
- Meminta pemerintah dan lembaga penegak hukum memastikan pemenuhan hak anak untuk mendapatkan keadilan.
- Mendesak seluruh pelaku dihukum maksimal, tanpa peluang kasasi jika terbukti bersalah.
- Memastikan perlindungan terhadap keluarga korban agar terbebas dari tekanan dan intimidasi.
Dalam konferensi pers, Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyampaikan bahwa kasus ini tidak hanya menyangkut pelanggaran pidana, tetapi juga bentuk nyata dari pelanggaran hak asasi manusia yang serius, khususnya terhadap hak anak dan hak atas rasa aman.
“Kematian anak dalam peristiwa ini merupakan kegagalan negara dalam menjamin perlindungan terhadap warga negaranya, khususnya kelompok rentan seperti anak. Jika aparat diduga terlibat, maka proses hukum yang transparan dan adil menjadi keharusan moral dan konstitusional,” tegas Anis Hidayah.
Komnas HAM juga mendorong agar proses hukum dilakukan secara independen, tidak diskriminatif, dan terbuka untuk publik demi menjamin akuntabilitas penegakan hukum. Dalam konferensi pers tersebut hadir beberapa narasumber yakni dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ombudsman Republik Indonesia, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), LBH Medan, Kontras.
KPAI berkomitmen terus mengawal proses hukum dalam kasus ini demi memastikan keadilan bagi korban anak dan keluarganya. Dalam momentum Hari Anak Nasional 2025, KPAI menyerukan kepada seluruh pihak untuk menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap anak dan menjamin ruang hidup yang aman bagi tumbuh kembang generasi penerus bangsa, pungkas Diyah. (Ed:Kn)
Media Kontak Humas KPAI,
Email : humas@kpai.go.id
WA. 0811 1002 7727