KPAI Dinilai Belum Jamin Perlindungan Anak

Surabaya — Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menilai praktik perlindungan anak di Indonesia masih belum berjalan semestinya. Hal ini dilihat dari keberadaan undang-undang perlindungan anak, dan lembaga terkait yang masih belum menjamin secara utuh kelayakan hidup seorang anak.

Ketua PP Muhammadiyah Prof Yunahar Ilyas, mengatakan Lembaga yang dimaksud seperti, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan lainnya belum mampu menjamin perlindungan secara utuh. Akibatnya, angka kasus kekerasan anak, baik sebagai korban maupun pelakunya kerapkali muncul.

“Tindakan yang dilakukannya pun hanya sebatas responsif seiring mencuatnya kasus. sebenarnya masih banyak problem perlindungan anak. Mulai dari rumah, main pukul, siksa (terhadap anak). Apalagi ada bapak tiri, ibu tiri yang berujung anak meninggal dunia,” ujar Yunahar Ilyas kepada para wartawan di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dan Seminar Nasional, di Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS), Sabtu (30/1/16).

Kekerasan di luar rumah juga menimpa anak. seperti kekerasan di sekolah oleg guru dengan alasan mendidik. Bahkan kekerasan seksual (pedofil) terjadi di sekolah bertaraf internasional sekalipun. serta kekerasan dalam lingkungan masyarakat juga kerap menimpa anak.

“Di negeri ini hampir tidak ada perlindungan terhadap anak. Anak dieksploitasi, dipaksa kerja. Bayi disewakan, digendong pagi-pagi diajak mengemis. Anak dipaksa mengemis hingga jam sembilan sampai sepuluh malam, ada yang mengawasi dari kejauhan. Siapa yang melakukan perlindungan?,” tanya guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.

Ada pula Kekerasan pada anak ada yang tersamar, yakni melalui tontonan yang ditayangkan di bioskop dan televisi yang masih menayangkan kekerasan atau tontonan yang tidak layak dilihat anak.

“Dibandingkan dengan Amerika, perlindungan anak di Indonesia masih jauh. Di Amerika orangtua mengajak anak naik mobil dan tidak diberi tempat khusus yang ada pengikatnya, orangtuanya bisa diborgol. Apalagi orangtua meninggalkan anak sendiri di rumah, anak bisa telpon 911, dan polisi datang menangkap orangtuanya. Itu di Amerika,” paparnya.

Selanjutnya, dari pembahasan Rekernas tahun 2016 ini difokuskan pada Fiqih Anak, yang membahas soal isu-isu aktual seperti persoalan anak, persoalan terorisme, dan arah kebijakan Tarjih Muhammadiyah mengenai isu-isu strategis lain.

“Dari rakernas Majelis Tarjih dan Tajdid. Muhammadiyah bermaksud ingin membantu dari sisi teolog, mengkaji dari sisi fiqih serta hadist dalam perlindungan anak. Ancaman dosa atas tindak kekerasan anak akan dikedepankan disaat penegakan undang-undang perlindungan lemah karena pelaku tidak ditangkap, tidak masuk penjara,” katanya.

Tujuan akhir dari rakernas, lanjutnya dengan membukukan putusan-putusan selanjutnya akan direkomendasikan kepada para pemegang kepentingan negara.

“Majelis hari ini akan menghasilkan putusan yang akan diperbanyak oleh PP Muhammadiyah. Putusan yang akan dibukukan ini untuk internal Muhammadiyah sendiri. Juga akan diberikan ke presiden, DPR, MPR, Kejagung, Kepolisian dan semua pihak terkait perlindungan anak, tapi keputusan juga ada ditangan beliau. Soal putusan itu diikuti oleh yang kita kirimi (buku), Wallahuallam” pungkasnya.

Ditemui pada kesempatan yang sama, Ro’fah dari PP Aisyiyah dan Rita Pranawati dari KPAI, memaparkan data Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mencatat interval 2010-2014, dari 179 kota/kabupaten dan 34 provinsi terdapat 21,6 juta kasus kekerasan seksual yang menjadikan anak sebagai korban.

“Selain itu, 58 persen dari total kekerasan terhadap anak adalah kekerasan seksual dan itu semua berkaitan dengan pedofilia. dan itu Angka yang mencengangkan sekaligus memprihatinkan bagi keamanan anak di Indonesia,” paparnya.

Semetara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS) Sukadiono menilai Majelis Tarjih dan Tajdid ini penting bagi bangsa. “Ulama Muhammadiyah se Indonesia berkumpul untuk merumuskan bagaimana Indonesia ke depan,” ungkapnya, sapaannya.

Exit mobile version